Selasa, 22 April 2008

Pengertian “Dharurat” Menurut Syara’

Pengertian Dharurat Menurut Muktamar NU. Pertanyaannya sebagai berikut;
S : Agar tidak menjadi dalil bagi orang-orang yang akan melepaskan nafsu dengan menjalankan keinginannya. Apakah yang dimaksud keadaan dharurat yang memperbolehkan menjalankan larangan?
J : Sesungguhnya, yang diartikan dharurat, yaitu urusan yang apabila tidak dikerjakan, maka akan binasa atau mendekati binasa.
Keterangan dari kitab al-Asybah wa al-Nazhair [1]:
الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ بِشَرْطِ عَدَمِ نُقْصَانِهَا عَنْهَا.
فَالضَّرُوْرَةُ بُلُوْغُهُ حَدًّا إِنْ لَمْ يَتَنَاوَلْهُ الْمَمْنُوْعُ هَلَكَ أَوْ قَارَبَ وَهَذَا يُبِيْحُ تَنَاوُلَ الْحَرامِ.
“Dharurat dapat membolehkan segala yang dilarang dengan ketentuan tidak melebihi batas keperluannya.
Maka dharurat itu terjadi jika sudah mencapai batas maksimal yang sekiranya tidak memakan sesuatu yang dilarang, ia akan mati atau mendekati mati. Batasan inilah yang membolehkan memakan makanan haram itu”.
[1] Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazhair, (Beirut: Dar Al Kutub Al Ilmiyyah, 1403 H.), h. 60, 61.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar