Minggu, 16 Maret 2008

Muhammad dan Aksi Pembebasan

Sarmidi Husna


Setiap tanggal 12 Rabi’ul Awal umat Islam di seantero dunia memperingati maulid (hari lahir) Nabi Muhammad saw. Di Indonesia, peringatan tersebut juga menjadi agenda tahunan umat Islam. Gegap gempita peringatan maulid menyebar di seluruh penjuru Tanah Air yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, yakni agama yang dibawa oleh Muhammad saw. Hal itu mereka lakukan untuk mewujudkan rasa cinta, memulyakan, dan mengenang sejarah perjuangannya yang sangat agung.
Dalam sejarah tercatat bahwa Muhammad saw., yang lahir 12 Rabiul Awal/20 April 570 M, adalah tokoh revolusi sekaligus pemimpin revolusi terpenting yang pernah muncul sepanjang abad petengahan, bahkan dalam lintas sejarah. Revolusi Muhammad saw. mampu merubah karakter kawasan tempat kelahirannya, juga negara-negara sekitarnya, bahkan hingga negara-negara seberang yang mencakup berbagai bidang: teologi, sosial, politik, ekonomi, budaya, dan pengetahuan. Sebuah perubahan yang radikal yang tidak dapat diwujudkan kecuali hanya oleh beberapa gelintir revolusioner besar saja.
Di saat kondisi bangsa Indonesia berjalan tanpa arah, para pemimpin tidak dapat mengatasi persoalan rakyat –tingginya angka kekerasan yang bermodus agama, kemiskinan, kebodohan, pengangguran, dan perlakuan diskriminasi terhadap yang lemah dan minoritas– maka peringatan maulid menemukan momentumnya untuk menggali kembali spirit revolusi Muhammad saw. Keberhasilan Muhammad saw. dalam melakukan perubahan dan menyelesaiakan persoalan masyarakat Mekkah harus dijadikan teladan oleh para pemimpin bangsa untuk merubah dan menyelesaikan persoalan rakyatnya. Apa yang dilakukan Muhammad saw. pada saat itu adalah langkah pembebasan dalam upaya membentuk masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.

Aksi Pembebasan
Aksi pembebasan, biasanya, hadir dipicu oleh adanya realitas yang terbelakang, tertinggal, miskin, dan termarjinalkan. Karena realitas tersebut, muncul tokoh yang gelisah untuk mencari solusi atas persoalan yang dihadapi masyarakat tersebut. demikian juga aksi pembebasan yang dilakukan oleh Muhamad saw. juga berangkat dari kegelisahannya melihat realitas masyarakat Mekkah yang, pada saat itu, penuh dengan kemiskinan, penindasan, marjinalisasi, dan kedaliman. Ini artinya, aksi pembebasan Muhammad saw. lebih menekankan pada tujuan untuk mewujudkan kebahagian umat manusia dalam bingkai norma-norma (syariat)) Islam.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka dapat dikemukakan obyek pembebasan yang dilakukan oleh Muhamad saw. yang mencakup beberapa bidang, di anataranya: Pertama, pembebasan di bidang teologi. Di bidang ini, Muhammad saw. berhasil merubah karakter peribadatan menyembah berhala-berhala menjadi monoteisme (menyembah Tuhan Yang Esa).
Sejarah menuturkan bahwa sebelum Islam datang, masyarakat Mekkah dan sekitarnya adalah masyaakat penyembah berhala. Mereka datang ke Ka’bah untuk beribadah haji dengan menyembah berhala yang berada di sekitar Ka’bah. Model ibadah seperti ini telah mengusik hati Muhamad saw., karena berhala-berhala yang mereka buat sendiri kemudian mereka jadikan sesembahan dan pujaan.
Walaupun, saat itu, Muhammad saw. bekerja membantu para jamaah tersebut, dengan menyediakan air minum mereka, namun ia tidak pernah beribadah menurut kepercayaan orang Arab tersebut. Bahkan menjelang umur 40 tahun, ia justru sering memisahkan diri dari keramaian masyarakat dan memusatkan pikiran untuk mencari jalan keluar agar masyarakat tidak lagi menyembah berhala. Ia sering menghabiskan waktunya di gua hira untuk bertafakkur, mengheningkan cipta, dan meminta petunjuk kepada Allah saw. dan beribadah menurut agama Ibrahim as. Dari tafakkur tersebut, ia menemukan kebenaran dengan berdasarkan wahyu untuk melakukan ibadah yang benar, yakni kebenaran tauhid yang mengesakan Allah saw.
Dalam menyampaikan kebenaran tauhid tersebut, pada awalnya, Muhammad saw. juga mendapatkan tantangan dari tokoh masyarakat Mekkah, dan bahkan dari keluarganya sendiri. Namun setelah melalui perjuangan yang keras, pada akhirnya masyarakat Arab mau menerima kebenaran tersebut. Muhammad saw. akhirnya berhasil membebaskan masyarakat Arab dari bentuk beribadah yang menyekutukan Allah swt. menuju mengesakan-Nya.
Kedua, pembebesan di bidang ekonomi dan sosial politik. Dalam bidang perekonomian, pada saat munculnya Islam, Mekkah merupakan pusat perdagangan internasional. Di sini tumbuh masyarakat ekonomi kelas dunia yang mengkhususkan diri dalam operasi finansial dan perdagangan. Pada esensinya, bisnis semacam ini tidak jauh berbeda dengan praktek korporasi yang terjadi dewasa ini, yakni menjajah dan merampas hak kaum lemah.
Melihat kondisi tesebut, Muhammad saw. merasakan adanya ketegangan akut yang berkembang dalam masyarakat Mekkah yang diakibatkan gap tajam antara si kaya dan si miskin, serta konflik serius yang tentunya bisa menyebabkan ketegangan yang tak terkendalikan. Muhammad saw. mengajak para hartawan mekkah untuk tidak menimbun harta kekayaan, tetapi sebaliknya mengajak membantu fakir miskin dan yatim piatu.
Aktivitas sosial Muhammad saw. dalam membantu fakir miskin dan yatim piatu telah ia mulai sejak berusia 15 tahun. Pada saat itu, di Mekkah terjadi peristiwa peperangan antara suku Hawazin dan suku Quraisy, yakni perang fijjar (harb al-fijjar). Disebut perang fijjar karena perang tersebut melanggar kesucian. Suku Hawazin menyerang suku Quraisy pada bulan Zulkaidah, salah satu bulan yang disebut bulan perdamaian.
Akibat dari perang tersebut, masyarakat Mekkah jatuh miskin dan menderita, terutama rakyat kecil. Menyaksikan kemiskinan dan penderitaan rakyat Mekkah tesebut, Muhamad mendirikan Hilful-Fudul, sebuah lembaga yang bertujuan membantu orang miskin dan orang yang teraniaya. Baik penduduk setempat maupun para pendatang mendapat perlindungan dak hak-hak yang sama dari lembaga tersebut.
Setelah Muhammad saw. menikah dengan Khadijah, janda kaya, kekayaan istrinya tersebut memberi kesempatan kepadanya untuk memebantu orang-orang miskin dan tertindas. Ia mendapat kesempatan untuk lebih mengaktifkan Hilful-Fudul untuk membantu mereka.
Ketiga, pembebasan di bidang kemanusiaan. Pembebasan Muhammad saw. dalam bidang kemanusiaan yang paling utama adalah membebaskan perempuan dari tradisi penguburan di masa bayi. Tradisi penguburan bayi perempuan lebih disebabkan oleh sistem sosial masyarakat Mekkah yang terdiri dari suku-suku. Karena bentuk masyarakat yang bersuku-suku, peperangan antar suku merupakan hal yang biasa. Dalam masyarakat yang sering berperang, wanita mempunyai nilai yang rendah. Oleh karena itu, merupakan hal biasa, saat itu, orang tua membunuh anaknya yang baru lahir jika bayi itu perempuan. Setelah Islam datang, tradisi seperti itu di tentang oleh Islam, sehingga tradisi tersebut dapat dihapuskan.
Selain itu, dalam masalah kemanusiaan, Muhammad saw. juga berjuang keras melawan praktek perbudakan dan melakukan aksi pembebasan budak. Langkah tesebut ia mulai sejak menikah dengan Khadijah. Dengan harta sang istri ia bisa membebaskan budak-budak dengan uang tebusan yang cukup mahal. Budak-budak yang telah dimiliki Khadijah sebelum pernikahan dimerdekakan semuanya. Salah seroang di antara mereka adalah Zaid bin Harisah, yang kemudian menjadi anak angkatnya. Langkah pembebasan budak juga dipertegas oleh peraturan atau denda bagi orang yang melanggar hukum. Suatu misal, orang yang membunuh orang lain dengan tidak sengaja, maka dia dikenai denda harus memerdekakan budak (QS.an-Nisa’ 4: 92). Dengan di-syariat-kannya strategi pembebasan budak, upaya penghapusan perbudakan menjadi lebih lancar.
Kemudian aksi pembebasan dari diskriminasi juga dilakukan oleh Muhammad saw. Dalam hal menuntut ilmu, Muhammad saw. memberikan kewajiban yang sama bagi umatnya. Ia tidak membeda-bedakan antara kaum laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai kewajiban menunut ilmu dan diberikan kesempatan yang sama (thalabu al-‘ ilmi faridlotun ‘ala kulli muslimin wa muslimatin). Dengan cara ini, diskriminasi terhadap perempuan semakin terkikis.

Agama Ruh Pembebasan
Semua aksi pembebasan Muhammad saw. di atas, secara otomatis, telah menjadi bagian dari ajaran agama Islam. Jika pembebasan yang dilakukan Muhamad saw. bertujuan untuk mewujudkan kebahagian umat manusia, maka agama Islam hadir juga untuk manusia, yaitu untuk memperbaiki kondisi sosial umat manusia. Dan ajaran Islam sudah semestinya dipahami sebagai ide dasar yang digunakan untuk melakukan usaha perbaikan umat manusia.
Jika di suatu negara, juga negara Indonesia, terjangkit penyakit masyarakat –kekerasan, kemiskinan, kebodohan, pengangguran, dan diskriminasi– maka agama Islam harus menjadi ruh pembebasan terhadap penyakit tersebut. Dan umat Islam harus menjadi garda depan dalam melakukan aksi pembebasan.
Oleh karena itu, dalam memperingati maulid Nabinya, umat Islam harus menggali kembali spirit pembebasan yang telah dilakukan Muhammad saw. Jika Muhammad saw. telah dan mengajarkan pemberantasan kemiskinan, melawan kaum konglomerat yang menindas, menentang diskriminasi, maka, sebagai umatnya, umat Islam harus meneladani dan mengamalkan ajaran tersebut. Artinya, umat Islam harus melakukan upaya pembebasan terhadap kaum yang tertindas, yakni rakyat miskin, yatim piatu, lansia, dan lain sebagainya. Mereka harus menjadi target utama pembebasan. Dengan cara inilah agama mempunyai makna, yaitu menjadi ruh penting untuk melakukan aksi pembebasan manusia dari segala belenggu dan penindasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar