Rabu, 08 Oktober 2008

Menakar Diri Dengan Idul Fitri Mewujudkan Bangsa Yang Mandiri

Oleh
Sarmidi Husna

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ, اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ, اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ, كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ. اللهُ اَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَ اَلْحَقَ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعِيْدِ الْقُرْبَانِ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّفِيْعُ فِى اْلمَحْشَرْ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ ومن اَذْهَبَ عَنْهُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَ أَنْتُمْ مُسْلِموْنَ.
Hadirin hadirat sidang Idul Fitri Rahimakumullah.

Di pagi hari yang penuh kebahagiaan ini, kaum muslimin dan muslimat, baik tua maupun muda berbondong-bondong datang ke masjid dan lapangan guna menjalankan shalat Idul Fitri. Alunan suara yang mengagungkan asma Allah SWT. serta untaian kalimah takbir, tahmid dan tahlil sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT. atas kemenangan besar yang diperoleh setelah menjalankan ibadah puasa Ramadlan, bulan yang penuh rahmah, bertebar maghrifah dan pembebasan dari api neraka. Sebagaimana firman Allah SWT:

وَلِتُكْمِلُوااْلعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُاللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ ولَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.
Artinya:
“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”

Rasulullah SAW bersabda:
زَيِّنُوْا اَعْيَادَكُمْ بِالتَّكْبِيْر.
Artinya:
“Hiasilah hari rayamu dengan takbir.”
Selanjutnya, marilah kita senantiasa meningkatkan taqwa kepada Allah SWT. Setelah satu bulan penuh kita digembleng oleh Allah SWT, dalam training ruhani yaitu puasa Ramadlan, maka kita berdoa kepada Allah SWT. Semoga puasa yang telah kita jalankan beberapa hari yang lalu, dapat mengantarkan kita sebagai pemenang dan sebagai hamba-hamba pilihan dengan predikat Al-muttaqun atau orang-orang yang bertaqwa. Sebagaimana firman Allah SWT:
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ.
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan kepadamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu sekalian bertaqwa” (Q.S. Al-Baqarah:183).


اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْد
Hadirin hadirat sidang Idul Fitri Rahimakumullah.

Orang-orang bertaqwa pasca-menjalankan ibadah puasa adalah orang-orang yang senantiasa dapat mengontrol dirinya untuk mampu berada di jalan Allah SWT., yakni dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Setelah bulan Ramadlan senantiasa dapat menundukkan hawa nafsunya untuk selalu menjalankan perintah-perintah Allah SWT, seperti menjalankan shalat lima waktu, bersedekah kepada fakir miskin, menyambung tali silaturrahim, memaafkan kesalahan orang lain, bekerja dengan penuh amanat dan lain-lain.

Di samping itu, dengan taqwa, ia dapat mengontrol jiwannya untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mengundang murka dan laknat Allah SWT, seperti menebarkan kebencian kepada sesama muslim, berlaku curang dalam setiap kebijakan dan perlakuan, berbohong, berkhianat, tidak amanah dalam bekerja, menahan harta dan hak orang lain secara tidak adil dan lain-lain. Jika seseorang mampu mengendalikan diri untuk selalu memposisikan jiwanya agar senantiasa taat akan perintah Allah SWT. dan menjauhi larangan-larangan-Nya, itulah sesungguhnya orang-orang yang telah keluar dari bulan Ramadlan dengan predikat Al-muttaqun sebagaimana pesan ayat Al-Quran tadi.
اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْد
Hadirin hadirat sidang Idul Fitri Rahimakumullah.

Jika seseorang pada akhir ibadah puasanya mencapai predikat Al-muttaqun, tentunya ia akan benar-benar Al-‘audah ila al-fitrah (kembali kepada fitrah), bersih, dan terbebas dari dosa. Pertanyaannya, apakah kita sudah mencapai derajat taqwa itu, sehingga di hari raya Idul Fitri ini kita benar-benar Al-‘audah ila al-fitrah (kembali kepada fitrah)?

Pertanyaan di atas hanya dapat kita jawab dengan menakar diri kita sendiri dengan Idul Fitri (kembali fitrah atau suci). Sesuai dengan arti katanya, Idul Fitri merupakan tanda bagi siapa saja (umat Islam) yang berhasil melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan introspeksi diri (Imanan wahtisaban), diampuni dosa-dosa yang telah lalu, sehingga kembali kepada fitrahnya yang suci, yaitu dengan benar-benar memegang teguh dan menghayati ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

Menyadari persoalan bangsa pada saat ini yang sedang mendapatkan ujian dari Allah SWT serta memperhatikan bagaimana perjuangan Rasulullah SAW. dalam membangun masyarakat yang damai dan sejahtera melalui ajaran Islam, maka menakar diri dengan Idul Fitri ini dapat kita gunakan sebagai momentum untuk membangun bangsa Indonesia yang lebih cerah dan lebih mandiri. Akan tetapi, Idul Fitri akan benar-benar berhasil dijadikan sebagai momentum untuk membangun bangsa yang mandiri, diantaranya apabila dapat melahirkan beberapa hal sebagai berikut:
Pertama, Idul Fitri yang kita rayakan hari ini seyogyanya mampu melahirkan persepsi dan kesadaran yang benar terhadap persoalan bangsa yang sesungguhnya. Persoalan bangsa Indonesia yang kita hadapi sekarang ini sesungguhnya, bukanlah sebatas menyangkut bidang ekonomi, apalagi sebatas kekurangan sembako, melainkan lebih mendasar dan luas dari sebatas itu. Sementara ada pandangan yang mengatakan bahwa, jika masyarakat sudah berhasil memenuhi kebutuhan ekonominya, maka persoalan kehidupan telah selesai.
Memang membangun ekonomi adalah penting, akan tetapi pemenuhan ekonomi bukanlah segala-galanya. Bangsa yang berperadaban tinggi selalu dibangun di atas dasar keyakinan (Iman yang kukuh), jiwa atau spritualitas yang dalam, ilmu yang luas, serta akhlak yang luhur. Keadaan ekonomi yang kurang baik, di tengah-tengah negeri yang subur seperti Indonesia, sesungguhnya merupakan akibat dari lemahnya Iman, spritualitas, dan akhlak serta keterbatasan ilmu yang disandangnya. Betapa pentingnya aspek-aspek di atas untuk membangun peradaban, maka ayat-ayat Al-Qur’an Al-Karim pada fase awal yang diterimakan kepada Rasulullah SAW adalah menyangkut ilmu pengetahuan (yakni dalam bentuk perintah membaca), larangan berbuat angkara murka; dan sebaliknya beliau diperintah untuk membangun akhlak yang mulia.
اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْد
Hadirin hadirat sidang Idul Fitri Rahimakumullah.

Kedua, Idul Fitri harus mampu membangkitkan jiwa optimisme yang kuat terhadap kehidupan hari esok yang lebih baik. Akhir-akhir, muncul dari kalangan luas rasa pesimisme yang berkelebihan terhadap keadaan negeri ini. Berangkat dari suasana pesimisme itu, bangsa ini dilabeli dengan identitas yang sedemikian rendah, seperti disebutnya sebagai bangsa yang terpuruk, bangsa korup, bangsa yang carut marut, bangsa yang berada pada titik nadir dan istilah-istilah lain yang kurang menguntungkan. Istilah-istilah seperti itu bisa jadi akan melahirkan mental bangsa yang inferior, tidak percaya diri dan selalu berharap pada uluran pertolongan bangsa lain. Oleh karena itu, merendahkan identitas bangsa dengan istilah-istilah seperti itu sesungguhnya tidak menguntungkan, apalagi jika hal itu dikaitkan dengan upaya menumbuhkembangkan kebanggaan anak bangsa yang bermatabat ke depan. Bangsa Indonesia sesungguhnya tidak semalang itu.
Sebaliknya, bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang beruntung, memiliki tanah kepulauan yang luas lagi subur, samudera dan lautan yang luas, aneka tambang, serta penduduk berjumlah besar. Semua itu adalah karunia Allah SWT., yang seharusnya selalu disyukuri dan dijadikan modal untuk membangun kemakmuran bersama. Puasa dan Idul Fitri harus mampu menumbuh-kembangkan sikap optimisme itu.

اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْد
Hadirin hadirat sidang Idul Fitri Rahimakumullah.

Ketiga, Idul Fitri agar bermakna terhadap upaya menjadikan Indonesia mandiri, harus mampu melahirkan sikap solidaritas sosial atau kemauan berjuang dan berkorban yang tinggi. Membangun bangsa tidak akan berhasil jika tidak terdapat orang-orang yang rela berjuang dan berkorban. Sejarah bangsa ini membuktikan secara jelas tentang hal itu. Indonesia berhasil meraih kemerdekaan dari penjajah adalah sebagai buah dari adanya kesediaan para pejuang yang Ikhlas mengorbankan apa saja yang ada padanya. Demikian pula, Rasulullah SAW tidak akan mampu mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat madani yang damai dan berperadaban jika tidak ditempuh melalui perjuangan dan pengorbanan yang berat.
Keempat, Idul Fitri selayaknya melahirkan sifat-sifat profektif, seperti shiddiq, amanah, tabligh dan fathanah. Sifat-sifat itu sangat diperlukan untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan maju. Lebih dari pada itu, Puasa dan Idul Fitri seharusnya berhasil melahirkan suasana batin yang pandai bersyukur, ikhlas, tawakkal dan istiqamah.
Sebaliknya, sifat-sifat yang timbul dari hawa nafsu manusia harus ditundukkan, karena sifat-sifat tersebut dapat mencelakakan manusia. Hujjatul Islam, Abû Hâmid al-Ghazâlî telah mengemukakan bahwa” pada diri manusia terdapat empat sifat, tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia, satu sifat berpotensi mengantarkan manusia menuju pintu kebahagiaan” Tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia yaitu, pertama, sifat kebinatangan (بَهِيْمَةْ); tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa rasa malu. Kedua, sifat buas (سَبُعِيَّةْ); tanda-tandanya banyaknya kezhaliman dan sedikit keadilan.Yang kuat selalu menang sedangkan yang lemah selalu kalah meskipun benar. Ketiga, sifat syaithaniyah; tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yang menjatuhkan martabat manusia.
Jika ketiga sifat itu lebih dominan atau lebih mewarnai sebuah masyarakat atau bangsa niscaya akan terjadi sebuah perubahan tatanan sosial yang sangat mengkhawatirkan. Di mana keadilan akan tergusur oleh kezhaliman, hukum bisa dibeli dengan rupiah, undang-undang bisa dipesan dengan dollar, sulit membedakan mana yang hibah mana yang riswah, penguasa lupa akan tanggungjawabnya, rakyat tidak sadar akan kewajibannya, seluruh tempat akan dipenuhi oleh keburukan dan kebaikan menjadi sesuatu yang terasing, ketaatan akhirnya dikalahkan oleh kemaksiatan dan seterusnya dan seterusnya.
Sedangkan satu-satunya sifat yang membahagiakan adalah sifat rububiyah (رُبُوْبِيَّةْ); ditandai dengan keimanan, ketaqwaan dan kesabaran yang telah kita bina bersama-sama sepanjang bulan Ramadlan. Orang yang dapat dengan baik mengoptimalkan sifat rububiyah di dalam jiwanya niscaya jalan hidupnya disinari oleh cahaya Al-Qur'an, prilakunya dihiasi budi pekerti yang luhur (akhlaqul karimah). Selanjutnya, ia akan menjadi insan muttaqin, insan pasca-Ramadlan, yang menjadi harapan setiap orang. Insan yang dalam hari raya ini menampakkan tiga hal sebagai pakaiannya; menahan diri dari hawa nafsu, memberi ma’af dan berbuat baik pada sesama manusia. Sebagaimana firman Allah SWT.:
والكَاظِمِيْنَ اْلغَيْظَ وَاْلعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ.
Artinya :
"…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali Imran: 134)

اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْد
Hadirin hadirat sidang Idul Fitri Rahimakumullah.

Jika cara pandang terhadap nilai-nilai Idul Fitri ini berhasil ditumbuh-kembangkan, setidak-tidaknya oleh kita yang baru menjalankan ibadah ini, maka insya Allah akan berdampak pada kehidupan masyarakat secara luas. Selanjutnya, gerakan uswah hasanah sebagai pendekatan strategis yang telah dipilih oleh Rasulullah SAW seharusnya dapat dikembangkan untuk membangun bangsa ini.
Sebagai contoh sederhana, misalnya dalam bidang ekonomi, bagaimana masyarakat bawah diberikan bimbingan agar dapat bekerja secara aman dari ancaman pesaing-pesaing yang tidak seimbang kekuatannya; untuk mengembangkan pertanian diberikan uswah hasanah bagaimana tanah yang kosong segera ditanami kembali; begitu pula bagaimana hutan yang telah gundul dan sudah terlanjur mengakibatkan banjir dapat segera dilebatkan kembali. Bagaimana para buruh berhasil mendapatkan pekerjaan yang imbalannya seimbang dengan keringat yang dikeluarkannya. Ini semua dapat dilakukan, jika jiwa besar dan ruh kebersamaan dalam berbangsa dan bernegara berhasil ditumbuhkan dan diperkukuh.

اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْد
Hadirin hadirat sidang Idul Fitri Rahimakumullah.

Sebagai bangsa yang berupaya mewujudkan bangsa yang mandiri, baik mandiri dalam bidang politik, sosial maupun ekonomi, maka tiada jalan lain kecuali bangsa ini bebas dari tekanan-tekanan negara besar yang menghendaki bangsa ini mengekor kepada kebijakannya; dan juga harus segera mengakhiri pengaruh asing dalam membangun bangsa ini, baik itu pengaruh dari negara-negara Barat maupun negara-negara Timur. Di sisi lain, para penguasa bangsa yang gemar mencari perlindungan negara asing harus segera sadar dan segera melakukan pembelaan terhadap rakyatnya, serta jangan mudah didekte oleh kekuatan asing, baik dalam bidang politik, sosial dan ekonomi.

Sudah saatnya kita bersikap tegas dan tidak ragu-ragu mengambil posisi mandiri dan tidak membebek terhadap bangsa Barat maupun Timur yang banyak merugikan bangsa ini. Sebagai bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sudah seyogyanya Indonesia dapat mengimplementasikan nilai-nilai Islam dengan benar, yaitu nilai-nilai yang tidak berorientasi ke Barat maupun ke Timur, tetapi hanya berorientasi pada nilai-nilai yang terkadung dalam Al-Qur’an.
Sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajah kamu ke timur dan ke barat itu suatu kebajikan. Tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, serta (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, serta orang-orang yang menepati janjinya apabila berjanji, serta orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 177).

Selain ayat di atas, diktum Islam yang berbunyi: الإِسْلاَمُ يَعْلُ وَلاَ يُعْلَى عَلَيْه (Islam itu tinggi, tiada sesuatu yang melebihi tingginya) seharusnya dapat menjadi acuan bagi masyarakat muslim bangsa ini bahwa Islam adalah agama yang paling unggul dan sudah semestinya umat Islam juga menjadi umat yang paling unggul dibanding umat-umat yang lain. Jika umat Islam Indonesia yang menjadi umat mayoritas sudah unggul, maka tidak mustahil harapan untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa mandiri akan menjadi kenyataan.


اللهُ اَكْبَرْ (3×) وَ للهِ اْلحَمْد
Hadirin hadirat sidang Idul Fitri Rahimakumullah.

Demikianlah dalam khutbah yang singkat ini, marilah kita bersama-sama memikul tanggung jawab untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara, sehingga kita dapat segera mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri. Akhirnya, marilah kita berdoa kepada Allah SWT semoga hari raya Idul Fitri 1429 H ini dapat kita jadikan momentum untuk merefleksikan ajaran Islam sebagai rahmatan lil ’alamin yang dapat mengantarkan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri, baldatun thaiyibatun wa robbun ghafur. Amiin!

اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ ربِّهِ ونَهَي النَّفْسَ عَنِ اْلَهوَى فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ اْلمَأْوَى. جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ. وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ. وَاَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ لِى وَلَكُمْ وَلِوَالِدِيْنَا وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم.








الخطبة الثانية

اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ, اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ, كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ. اللهُ اَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ.
اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ. وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِه.ِ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيْدِنَا مُحَمَّدٍ وعَلَى أَلِهِ و صَحْبِهِ صَلاَةً وَسَلاَمًا دَائِمَيْنِ مُتَلاَزِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ: فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ.وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى فِي القُرْاءَنِ العَظِيْمِ اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيْدِنَا مُحَمَّدٍ سَيْدِ الْمُرْسَلِيْنَ وعَلَى أَلِهِ و أَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْهِمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْحَمْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّحِيْمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ للْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَميْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَياَ قَاضِىَ الْحَاجَاتِ. اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ, وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ, وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَ قِيَامَنَا وَ قِرَاءَتَنَا وَ زَكَاتَنَا وَ عِبَادَتَنَا كُلَّهاَ . اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ يَا كَرِيْمُ. اَللَّهُمَّ اكْفِنَا شَرَّ الظّاَلِمِيْنَ وَاكْفِنَا شَرَّ الْحَاسِدِيْنَ وَ اكْفِنَا شَرَّ مَنْ أَرَادَنَا بِالسُّوْءِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ إندونيسِيَا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ طَيِّبَةً آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً رَخِيَّةً . رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ . رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ، إِنَّكَ أَنْتَ اْلوَهَّابُ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلا َتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ أَمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُفٌ رَحِيْمٌ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيمِ ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ ، فَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَالسَّمِيعُ الْعَلِيمُ ، يَقُولُ الرَّسُولُ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيه "اَلتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَه ، اَلتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ حَبِيْبُ الرَّحْمَن " تُوبُوا اِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِينَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ .
اَللهُ أَكْبَرْ ، اَللهُ أَكْبَرْ ، اَللهُ أَكْبَرْ ، لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ ، اَللهُ أَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ .
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar