Dalam kehidupan bermasyarakat, sering terjadi seorang suami membiarkan istrinya bergaul bebas dengan lelaki lain. Hal ini dalam hadits Nabi SAW disebut Dayuts. Bagaimana hukumnya dayuts? Kitab al-Siraj al-Munir [1] telah menjelaskan sebagai berikut:
قَالَ فُقَهَاؤُنَا هُوَ الَّذِي لاَ يَمْنَعُ الدَّاخِلَ عَلَى زَوْجَتِهِ مِنَ الدُّخُوْلِ وَأَلْحَقَ بَعْضُهُمْ بِالزَّوْجَةِ المَحَارِمَ. وَقَالَ الْحِفْنِيّ: هُوَ مَنْ لاَ يَمْنَعُ الدُّخُوْلَ عَلَى حَرِيْمِهِ. وَلاَ مَانِعَ مِنَ التَّفْسِيْرَيْنِ كُلٌّ مِنْهُمَا قَدْ وَرَدَ وَأَلْحَقَ بَعْضُهُمْ بِالزَّوْجَةِ الْمَحَارِمَ وَالإِمَاءَ.
“Para ahli fiqh berpendapat bahwa yang dimaksud dengan al-Dayyuts (dalam hadits riwayat Ibnu Umar:
ثَلاَثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِمْ الجَنَّةَ مُدْمِنُ خَمْرٍ وَالعَاقُ وَالدَّيُّوْثُ الّذِيْ يُقِرًّ فِيْ أَهْلِهِ الخَبَثَ يَعْنِيْ الزِّنَا أَيْ يَرْضَى بِالزِّنَا بِأَهْلِهِ رَوَاهُ أَحْمَدُ)
adalah suami yang tidak melarang orang lain memasuki (tempat tinggal) istrinya. Sebagian ulama mengemukakan: termasuk terhadap mahramnya. Al-Hifni berpendapat al-Dayyuts adalah orang yang tidak melarang seseorang memasuki (tempat tinggal) harim-nya (istri dan keluarganya). Dan tidak ada pertentangan antara dua penafsiran ini. Sebagian ulama memandang bahwa mahram dan hamba sahaya sama dengan istri”.
[1] Ali Al-‘Azizi, Al-Siraj al-Munir dan Ta’liq Syekh al-Islam al-Hifni pada hamisynya, (Mesir: Mustafa al-Halabi, 1377 H./1957 M.), Cet III, Juz II, h. 196.
Jumat, 09 Mei 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar