Jumat, 28 November 2008

Sistem Pengambilan Hukum dalam Bahtsul Masail di Lingkungan NU

KEPUTUSAN MUNAS ALIM ULAMA
NAHDHATUL ULAMA
Di Bandar Lampung Pada Tanggal 16 – 20 Rajab 1412 H
21 – 25 Januari 1992 M

Sistem Pengambilan Keputusan Hukum dalam Bahstsul Masail di Lingkungan Nahdlatul Ulama

A. KETENTUAN UMUM
1. Yang dimaksud dengan kitab adalah al-kutubul-mu’tabarah, yaitu kitab-kitab tentang ajaran Islam yang sesuai dengan aqidah Ahlussunah wal jamaah (rumusan Muktamar NU ke XXVII).
2. Yang dimaksud dengan bermazhab secara qauli adalah mengikuti pendapat-pendapat yang sudah “jadi” dalam lingkup mazhab tertentu.
3. Yang dimaksud dengan bermazhab secara manhaji adalah bermazhab dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan hokum yang telah disusun oleh imam mazhab.
4. Yang dimaksud dengan istinbath adalah mengeluarkan hokum syara’ dari dalilnya dengan qawa’id ushuliyyah dan qawa’id fiqhiyyah.
5. Yang dimaksud dengan qauli adalah pendapat imam mazhab.
6. Yang dimaksud dengan wajah adalah pendapat ulama mazhab.
7. Yang dimaksud dengan taqrir jama’i adalah upaya secara kolektif untuk menetapkan pilihan terhadap satu diantara beberapa qaul/wajah.
8. Yang dimaksud dengan ilhaq (ilhaqul-masail bi nazha’iriha) adalah menyamakan hokum suatu kasus/masalah yang belum dijawab oleh kitab dengan kasus/masalah serupa yang telah dijawab oleh kitab (menyamakan dengan pendapat yang sudah “jadi”).
9. Yang dimaksud dengan usulan masalah adalah permintaan untuk membahas suatu kasus/masalah, baik hanya berupa”judul” masalah maupun telah disertai pokok-pokok pikiran atau pula hasil pembahasan awal dengan dimaksud dimintakan tanggapan.
10. Yang dimaksud dengan pengesahan adalah pengesahan hasil suatu bahtsul masail oleh PB Syuriah NU, Munas Alim Ulama NU atau Mukhtar NU.

SISTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN HUKUM
I. PROSEDUR PENJAWABAN MASALAH
Keputusan bahtsul masail di lingkungan NU dibuat dalam kerangka bermazhab kepada salah satu mazhab empat yang disepakati dan mengutamakan bermazhab secara qauli. Oleh karena itu, prosedur penjawaban masalah disusun dalam urutan sebagai berikut :
Dalam kasus ketika jawaban bias dicukupi oleh ibarat kitab dan disana terdapat hanya satu qaul/wajah, maka dipakailah qaul/wajah sebagaimana diterangkan dalam ibarat mereka.
Dalam kasus ketika jawaban bias dicukupi oleh ibarat kitab dan disana terdapat lebih dari satu qaul/wajah, maka dilakukan taqrir jama’i untuk memilih satu qaul/wajah.
Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah sama sekali yang memberikan penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilhaqul-masail bi nazha’iriha secara jama’i oleh para ahlinya.
Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah sama sekali dan tidak mungkin dilakukan ilhaq, maka bias dilakukan istinbath, jama’i dengan prosedur bermazhab secara manhaji oleh para ahlinya.
II. HIRARKI DAN SIFAT KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL
1. Seluruh keputusan bahtsul masail di lingkungan NU yang diambil dengan prosedur yang telah disepakati dalam keputusan ini, baik diselenggarakan dalam struktur organisasi maupun diluarnya mempunyai kedudukan yang sederajat dan tidak saling membatalkan.
Suatu hasil keputusan bahtsul masail dianggap mempunyai kekuatan daya ikat lebih tinggi setelah disahkan oleh Pengurus Besar Syuriah NU tanpa harus menunggu Munas Alim Ulama maupun Muktamar.
Sifat keputusan dalam bahtsul masail tingkat Munas dan Muktamar adalah
a. Mengesahkan rancangan keputusan yang telah dipersiapkan sebelumnya dan / atau,
b. Diperuntukkan bagi keputusan yang dinilai akan mempunyai dampak yang luas dalam segala bidang.

III. KERANGKA ANALISIS MASALAH
Terutama dalam memecahkan masalah sosisal, bahtsul masail hendaknya mempergunakan kerangka pembahasan masalah (yang sekaligus tercermin dalam hasil keputusan) antara lain sebagai berikut :
Analisa Masalah (sebab mengapa terjadi kasus ditinjau dari berbagai factor):
a. Faktor ekonomi
b. Faktor budaya
c. Foktor politik
d. Faktor social dan lainnya.
Analisa Dampak (dampak posistif dan negatif yang ditimbulkan oleh suatu kasus yang hendak dicari hukumnya ditinjau dari berbagai aspek), antara lain :
a. Secara sosial ekonomi.
b. Secara sosial budaya
c. Secara sosial politik
d. Dan lain-lain
Analisa Hukum (fatwa tentang suatu kasus setelah mempertimbangankan latar belakang dan dampaknya disegala bidang). Di samping putusan fiqh / yuridis formal, keputusan ini juga memperhatikan pertimbangan Islam dan hokum posistif.
a. Status hukum (al-ahkam al-khamsah / sah – batal)
b. Dasar dari ajaran Ahlussunah wal jamaah.
c. Hukum positif
Analisa Tindakan, Peran dan Pengawasan (apa yang harus dilakukan sebagai konsekuensi dari fatwa diatas). Kemudian siapa saja yang akan melakukan, bagaimana, kapan, dan dimana hal itu hendak dilakukan, serta bagaimana mekanisme pemantauan agar semua berjalan sesuai dengan rencana.
a. Jalur politik (berusaha pada jalur kewenangan negara dengan sasaran mempengaruhi lebijaksanaan pemerintah).
b. Jalur budaya (berusaa membangkitkan pengertian dan kesadaran masyarakat melalui berbagai media massa dan forum seperti pengajian dan lain-lain).
c. Jalur ekonomi (meningkatkan kesejahteraan masyarakat).
d. Jalur sosial lainnya (upaya meningkatkan kesehatan masyarakat, lingkungan dan seterusnya).


B. PETUNJUK PELAKSANAAN
I. PROSEDUR PEMILIHAN QAUL/WAJAH
1. Ketika dijumpai beberapa qaul/wajah dalam sutu masalah yang sama maka dilakukan usaha memilih salah satu pendapat.
2. Pemilihan salah satu pendapat dilakukan :
a. Dengan mengambil pendapat yang lebih maslahat dan / atau yang lebih kuat.
b. Sedapat mungkin dengan menjalankan ketentuan Muktamar NU ke I, bahwa perbedaan pendat diselesaikan dengan memilih :
1. Pendapat yang disepakati oleh Asy-Syaikhani (al-Nawawi dan Rafi’i).
2. Pendapat yang dipegangi oleh al-Nawawi saja.
3. Pendapat yang dipegang oleh al-Rafi’i saja.
4. Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama.
5. Pendapat ulama yang terpandai.
6. Pendapat ulama yang paling wara’.

II. PROSEDUR ILHAQ
Dalam hal suatu masalah / kasus belum dipecahkan dalam kitab, maka maslah / kasus tersebut diselesaikan dengan prosedur ilhaqul-masail bi nazha’iriha secara jama’i. Ilaq dilakukan dengan memperhatikan mulhaq bih, mulhaq ilahi dan wajhul ilhaq oleh para mulhiq yang ahli.

III. PROSEDUR ISTINBAT
Dalam hal ketika tak mungkin dilakukan ilhaq karena tidak adanya mulhaq bih dan wajhul ilhaq sama sekali didalam kitab, maka dilakukan isthinbath secara jama’i, yaitu dengan mempraktekkan qawa’id ushuliyyah dan qawa’id fiqhiyyah oleh para ahlinya.

1 komentar: