Senin, 02 Januari 2012

PENDAPAT AHLI FIQH TENTANG HUKUM وقف النقود (WAQF AN-NUQUD)

PENDAPAT AHLI FIQH TENTANG HUKUM وقف النقود (WAQF AN-NUQUD)

Para ahli fiqh telah membahas hukum mewakafkan nuqud. Ada yang memperbolehkannya dan ada pula yang tidak memperbolehkannya.

1. Pendapat yang memperbolehkan wakaf an-nuqud

Beberapa sumber menyebutkan beberapa ahli fiqh yang berpendapat boleh mewakafkan uang, seperti :

a. Az Zuhri yang wafat tahun 124 H.

Imam Al Bukhari (wafat tahun 252 H.) menyebutkan bahwa Imam Az-Zhuhri (wafat tahun 124 H.) berpendapat boleh mewakafkan dinar dan dirham. Caranya ialah menjadikan dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha

(dagang), kemudian menyalurkan keuntungannya.

Disebutkan dalam buku رسالة فى جواز وقف النقود oleh Abu Asu’ud Al Ha-nafi sbb. :

وقد نسب القول بصحة وقف الدنانير إلى ابن الشهاب الزهرى فيما نقله الإمام محمد بن اسماعيل البخارى فى صحيحه : حيث قال : وقال الزهرى : فيمن جعل ألف دينار فى سبيل الله ، ودفعها إلى غلام له تاجر ، فيتجر وجعل ربحه صدقة للمسكين ، والأقربين .

“Disebutkan bahwa Ibnu Asy-Syihab Az-Zuhri pernah menyebutkan sahnya wakaf dinar, sebagaimana dikutip Imam Muhammad bin Ismail Al Bukhari dalam Shohihnya. Imam Muhammad bin Ismail Al Bukhari mengatakan : Az-Zuhri mengatakan tentang orang yang menetapkan hartanya sebanyak 1000 dinar fi sabilillah (sebagai wa-kaf), Ia berikan 1000 dinar tersebut kepada budaknya yang bekerja sebagai pedagang untuk dijadikan modal dagang. Lalu budaknya menjadikan uang tersebut sebagai modal dan mengelolanya. Keun-tungannya diberikannya sebagai sedekah kepada orang miskin dan para ahli familinya”.

Apa yang disebutkan Abu Asu’ud Al Hanafi tersebut kami temukan dalam Shohih Bukhori. Bukhori menyebutkan dalam Shohihnya (Kitab Al Washoya) sbb. :

بَاب وَقْفِ الدَّوَابِّ وَالْكُرَاعِ وَالْعُرُوضِ وَالصَّامِتِ ، وَقَالَ الزُّهْرِيُّ فِيمَنْ جَعَلَ أَلْفَ دِينَارٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدَفَعَهَا إِلَى غُلامٍ لَهُ تَاجِرٍ يَتْجِرُ بِهَا وَجَعَلَ رِبْحَهُ صَدَقَةً لِلْمَسَاكِينِ وَالْأَقْرَبِينَ هَلْ لِلرَّجُلِ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ رِبْحِ ذَلِكَ الْأَلْفِ شَيْئًا وَإِنْ لَمْ يَكُنْ جَعَلَ رِبْحَهَا صَدَقَةً فِي الْمَسَاكِينِ قَالَ لَيْسَ لَهُ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا (رواه البخارى)

“Bab tentang wakaf hewan, kura’ (berbagai kuda dari semua jenis-nya), ‘urudh (harta selain emas dan perak) dan ash-shomit (uang emas dan perak). Az-Zuhri berkata tentang orang yang menetapkan 1000 dinar fi sabilillah (wakaf) dan memberikan 1000 dinar tersebut kepada seorang budaknya yang berdagang, lalu budaknya menge- lolannya, Kemudian orang tersebut menetapkan keuntungannya se-bagai sedekah kepada orang-orang miskin dan familinya. Apakah orang tersebut boleh makan dari keuntungan 1000 dinar tersebut meskipun ia tidak menyalurkan keuntungannya sebagai sedekah pada orang-orang miskin ? Az Zuhri mengatakan : Ia tidak boleh makan dengan menggunakan keuntungannya tersebut”.

Menurut Ibnu Hajar, Bukhori mencantumkan bab ini (yang mengandung penjelasan Az-Zuhri) adalah dalam rangkaian hadis-hadis yang menjelaskan hukum wakaf benda-benda bergerak di antaranya الصامت (yaitu emas dan perak).

Ibnu Hajar menjelaskan wakaf benda bergerak itu sah selama memenuhi syarat yaitu hendaklah bendanya dapat ditahan (tidak lenyap ketika dimanfa-atkan).

Ibnu Hajar menjelaskan pendapat Az-Zuhri bahwa benda bergerak beru-pa emas dan perak dapat diwakafkan, dengan cara menjadikan emas dan perak itu sebagai modal, Keuntungannya disalurkan kepada mauquf ‘alaihi”.

b. Mazhab Hanafi

Mazhab Hanafi memperbolehkan wakaf uang dinar dan dirham, sebagai pengecualian. Dasar pengecualiannya ialah karena wakaf dinar dan dirham banyak dilakukan masyarakat. Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda :

ما رآه المسلمون حسنا ، فهو عند الله حسن

“Apa yang dipandang kaum muslimin itu baik, dipandang Allah baik juga”.

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukum yang ditetapkan berdasar-kan ‘urf (adat kebiasaan) mempunyai kekuatan yang sama dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan nash (teks).

Cara mewakafkan uang, menurut mazhab Hanafi, ialah dengan menja-dikannya modal usaha dengan cara mudharabah atau mubadha’ah. Keuntu-ngannya disedekahkan kepada yang diberi wakaf.

Namun Ibnu Abidin berpendapat wakaf dirham itu menjadi kebiasaan da-

lam masyarakat Islam di wilayah kaum muslimin di Rumawi saja. Sedangkan

di negeri lain tidak menjadi adat kebiasaan. Atas dasar itu, ia memandangnya tidak sah.

c. Mazhab Maliki

Mazhab Maliki menyebutkan dengan jelas tentang bolehnya mewakaf-

kan nuqud.

c. Mazhab Syafii

Abu Tsaur meriwayatkan dari Syafii bahwa Syafii memperbolehkan wa-kaf dirham dan dinar (uang).

وروى أبو ثور عن الشافعى جواز وقفها (أى الدرهم والدنانير) .

“Abu Tsaur meriwayatkan dari Syafii tentang bolehnya wakaf dirham dan dinar”.

Tetapi kami belum menemukan ahli fiqh mazhab Syafii atau lainnya yang menjelaskan maksud Imam Syafii apakah mewakafkan dirham dan dinar sebagaimana pendapat mazhab Maliki atau mewakafkannya untuk disewakan buat perhiasaan, misalnya.

d. Pendapat masa kini

Menurut Dr. Hasan Abdullah Al Amin, wakaf uang banyak diterapkan pa-

da masa sekarang. Namun ia tidak menyebutkan siapa-siapa yang menerap-kannya selain Mesir.

Dr. Muhammad Abdu Ar-Razzaq Ath-Thobthobai, Dekan Fakultas Syari-ah dan Studi Islam pada Univ. Islam pada Studi Islam Univ. Al Kuwait mendu-kung wakaf uang pada masa sekarang. Bahkan ia mengembangkan wakaf uang tersebut dengan memperluas penerapannya sampai mencakup wakaf uang kertas.

Dalil yang digunakannya dalam mengembangkannya dari wakaf dirham dan dinar sampai mencakup uang kertas ialah qiyas (penyamaan hukum). Sehingga ia tidak membatasinya pada uang logam berupa dirham dan dinar

saja.

Caranya, sebagaimana dijelaskan Mahmud Muhammad Abdu Al Muhsin (Mesir), ialah Wakif mewakafkan sejumlah uang yang disebutnya dalam ikrar wakafnya dan menabungnya pada bank Islam untuk mengelolanya dan menyalurkan keuntungannya kepada mauquf ‘alaihi (pihak yang diberi wakaf)

sebagaimana ditentukan dalam ikrar wakaf.

Jadi uang yang diwakafkan menjadi modal usaha. Yang disalurkan kepa-da mauquf ‘alaihi ialah keuntungannya.

Ternyata wakaf uang tersebut mulai dikembangkan pula sehingga men-cakup wakaf saham, sebagaimana diterapkan di Mesir.

Disamping itu kita sering mendengar pula penerapan wakaf uang di Bangladesh.

2. Pendapat yang tidak memperbolehkan wakaf an-nuqud

Banyak ahli fiqh yang tidak memperbolehkan wakaf an-nuqud. Di antara pendukungnya ialah mazhab Syafii dan mazhab Hanbali.

a. Mazhab Syafii

Banyak ahli fiqh mazhab Syafii yang dengan tegas menolak wakaf an-nuqud (dirham dan dinar).

Mawardi, misalnya, tidak memperbolehkan wakaf an-nuqud (dirham dan dinar) dan menjelaskan alasannya. Ia mengatakan:

وقف الدرهم والدينار لا يجوز وقفها ، لا ستهلاكها ، فكانت كالطعام

“Wakaf dirham dan dinar tidak boleh, karena wujud dirham dan dinar menjadi lenyap ketika digunakan. Jadi sama dengan wujud makanan menjadi lenyap ketika dikonsumsi”.

Al Bakri, mengemukakan pendapat mazhab Syafii tentang wakaf dinar dan dirham ialah tidak boleh, karena dirham dan dinar akan lenyap ketika di-bayarkan, sehingga tidak ada lagi wujudnya”.

Di antara pendukung pendapat yang menolak wakaf uang ialah ِ Al Isma’ili. Ia mengatakan :

واعترضه الاسماعيلى فقال : لم يذكر فى الباب إلا الأثر عن الزهرى والحديث فى قصة الفرس التى حمل عليها عمر فقط . وأثر الزهرى خلاف ما تقدم من الوقف الذى أذن فيه النبى صلى الله عليه وسلم لعمر بأن يحبس أصله وينتفع بثمرته ، بل المأذون فيه ما عاد منه نفع بفضل كالثمرة والغلة والارتفاق والعين قائمة . وأما ملا ينتفع به إلا بإتلاف عينه فلا . اه ملخصا

Ibnu Hajar tidak menerima sepenuhnya apa yang dikatakan Al Isma’ili tersebut di atas. Namun Ibnu Hajar tetap menolak wakaf alat bayar sebagai-mana dijelaskan Az-Zuhri. Ibnu Hajr mengatakan :

وجواب هذا الاعتراض أن الذى حصره فى الانتفاع بالصامت ليس بمسلم بل يمكن الانتفاع بالصامت بطريق الارتفاق بأن يحبس مثلا منه ما يجوز لبسه للمرأة فيصح بأن يحبس أصله وينتفع به النساء باللبس عند الحاجة إليه كما توجيه ، وااله أعلم.

b. Mazhab Hanbali.

Mazhab Hanbali juga berpendapat tidak boleh mewakafkan dirham dan

dinar. Tetapi Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa mayoritas ahli fiqh mazhab Hanbali melarang wakaf dirham dan dinar. Ini berarti masih ada peluang dikalangan pendukung mazhab Hanbali untuk mengkaji hukum wakaf dirham dan dinar, bahkan wakaf uang secara umum.

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan :

a. Banyak ahli fiqh yang memandang wakaf dirham dan dinar adalah boleh. Pada masa sekarang pendukung pendapat ini telah mengembangkan wakaf dirham dan dinar tersebut lebih luas hingga mencakup wakaf uang kertas dan saham.

b. Alasan boleh dan tidak bolehnya mewakafkan mata uang dirham dan dinar berkisar pada wujud uang setelah digunakan atau dibayarkan menyebabkan استهلاك عينها (istihlaki ‘ainiha/lenyap bendanya dari tangan yang membayarkannya).

III. SUMBER MASYRU’IYYAH (LEGIMITASI) WAKAF DAN SYARAT MAUQUF

Untuk mempelajari hingga mana kekuatan alasan di atas (b) perlu mem-pelajari sumber masyru’iyah (legitimasi) wakaf dalam Islam dan syarat mauquf (harta yang sah diwakafkan).

1. Sumber masyru’iyah (legitimasi) wakaf

Sumber masyru’iyah (legitimasi) wakaf dalam Islam ialah Al Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.

a. Al Quran yaitu firman Allah Ta’ala :

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (آل عمران 92)

“Kamu sekali-kali tidak mencapai kebajikan (yang sempurna,

sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang ka-mu cintai. Dan sesungguhnya Allah akan mengetahui apa saja yang kamu nafkahkan”. (Ali ‘Imran ayat 92)

b. Sunnah ialah :

Banyak hadis Rasulullah Muhammad Saw. tentang wakaf. Di anta-ranya :

1) Sabda Rasulullah Saw :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال :َ إِذَا مَاتَ الإنسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ ، إِلا مِنْ صَدَقَة جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْم يُنْتَفَع بِهِ ، أَو ْ وَلَدٍُ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ (رواه مسلم) ٍ

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda : Apabila manusia wafat, terputuslah amal per-buatannya, kecuali dari tiga hal, yaitu dari sedekah jariah (wakaf) atau ilmu yang di-manfaatkan, atau anak saleh yang mendoakannya”.

Para ulama menafsirkan sabda Rasulullah Saw : صدقة جارية (sedekah jariah) dengan wakaf, bukan seperti wasiat memanfaatkan harta.

2) Sabda Rasulullah Saw :

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ عُمَرُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمِائَةَ سَهْمٍ الَّتِي لِي بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالا قَطُّ أَعْجَبَ إِلَيَّ مِنْهَا قَدْ أَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهَا ؟ فَقَالَ النَّبِيّ ُصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : احبس أصلها وسبل ثَمَرَتَهَا (رواه البخارى ومسلم)

“Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia mengatakan : “Umar (bin Khoth-thob) mengatakan kepada Nabi Saw : “Seratus bagian untuk saya di Khaibar adalah harta yang paling saya sukai (kagumi). Saya be-lum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi Saw. mengatakan ke-pada Umar : “Tahanlah (jangan jual, jangan hibahkan dan jangan wariskan) asalnya (kebunnya) dan jadikan buahnya sedekah fi sa-bilillah”.

وفى حديث آخر أن النبى صلى الله عليه وسلم قال له : إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ ولا يُورَثُ وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ

“Dalam riwayat lain, Nabi Saw bersabda kepada Umar : “Jika eng-kau mau sedekahkan dan tahan pokoknya (kebunnya). Umat me-nyedekahkannya, dengan ketentuan kebunnya tidak dijual, tidak di-hibahkan, dan tidak diwariskan. Umar menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, ahli familinya, pembebasan budak, fi sabilillah, Ibnu assabil, dan tamu”.

Dua hadis tersebut menunjukkan :

1) Bahwa Rasulullah Saw. memperbolehkan menahan (mewakafkan) harta (berupa kebun yang terdiri dari tanah dan pohon-pohon) dan menyalurkan hasilnya sebagai sedekah kepada pihak yang ditentu-kan Wakif (pemberi wakaf).

2) Arti “penahanan” ialah tidak menjual, tidak menghibahkan dan tidak mewariskannya. Artinya tidak dipindah milikkan kepada orang lain.

3) Jenis harta yang diwakafkan Umar r.a. ialah kebun, artinya benda tidak bergerak.

2. Pengertian mauquf (harta yang diwakafkan)

Dalam kisah wakaf Umar r.a. tersebut terdapat petunjuk-petunjuk Rasu-lullah Saw., di antaranya :

a. Salah satu unsur asasi yang harus terwujud pada wakaf ialah adanya mauquf (harta yang diwakafkan).

b. Rasulullah Saw. memberikan penjelasan kepada Umar r.a. tentang apa yang harus dilakukannya pada mauquf (harta yang diwakafkan), yaitu :

احبس أصلها وسبل ثَمَرَتَهَا

“Tahanlah “ashlaha” dan jadikan buahnya sedekah fi sabilillah”

Apakah maksud : احبس (tahan) ?

Dalam riwayat Nafi’ disebutkan maksudnya ialah لا يباع ولا يورث (tidak dijual dan tidak diwariskan). Artinya tidak dijadikan milik pribadi manusia sia-papun, baik melalui jual beli atau waris. Tujuannya ialah agar dapat meman-faatkannya.

Apakah maksud : أصلها (tahan ashlaha) ?

Ibnu Hajar menjelaskan maksudnya ialah tanah yang menpunyai ghal-

lah. Arti ghallah ialah penghasilan atau pemasukan dari tanah. Tetapi kata ghallah dipakai juga untuk penghasilan atau pemasukan dari yang lain se-perti sewa dari rumah).

Bagaimana cara memanfaatkan harta wakaf ?

Dalam riwayat Nafi’ disebutkan bahwa Umar menyedekahkan buah- nya. Jadi yang disalurkan Umar r.a. kepada mauquf ‘alaihi ialah hasilnya, bukan harta yang diwakafkan itu sendiri yaitu tanah dan pohonnya. Harta yang diwakafkan itu tidak boleh dibagi-bagi. Karena itu tidak ditemukan dalam kisah wakaf Umar r.a. bahwa Umar r.a. membagi-bagikan tanah kebunnya be-gitu pula pohon-pohonnya kepada mauquf ‘alaihi.

Sebab itulah Ibnu Hajar menegaskan bahwa pemanfaatan harta wakaf tidak mungkin diperoleh tanpa penahanan wujud harta wakaf.

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Ustadz...
    Nama Saya Ahmad Shiddik
    Ane mau bertanya??
    Ini untuk bhan penelitian ane,
    Untuk Pendapat Imam Al-Mawardi tentang pernyataan Beliau yg tidak membolehkan wakaf Nuqud tercantum di kitab Mana Ya Ustadz??dan Halaman berapa??
    Berikut juga pendapat Imam Al-Ismaili dan Ibnu Hajar Imam tentang pernyataan Beliau yg tidak membolehkan wakaf Nuqud tercantum di kitab Mana Ya Ustadz??dan Halaman berapa??
    Ane Mohon Bantuannya ya ustadz,sebelum dan Sesudahnya saya ucapkan terima kasih

    BalasHapus