Oleh :
Sarmidi Kusno
Air merupakan elemen penting bagi kehidupan manusia. Ia menjadi kebutuhan pokok untuk menunjang keberlangsungan hidup manusia; makan, minum, mandi, irigasi, dan lain sebagainya. Akan tetapi kebutuhan manusia terhadap air hanya secukupnya saja, tidak terlalu kurang dan terlalu lebih. Ketika kesedian air tercukupi, maka air merupakan “berkah” bagi manusia. Tetapi ketika kesedian air terlalu kurang atau melebihi dari yang dibutuhkan, maka air akan menjadi “musibah”.
Musibah akan menimpa manusia ketika air yang ia butuhkan tidak mencukupi atau bahkan tidak ada sama sekali. Kekeringan sudah sering terjadi ketika musim kemarau panjang. Air sangat sulit didapatkan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum saja, belum untuk mandi dan irigasi. Akibatnya, musibah kekeringan dan kelaparan pun tidak bisa dihindari.
Di sisi lain, manusia harus kehilangan tempat tinggal, harta, dan bahkan kehidupannya karena bencana yang disebabkan oleh air. Pasokan air yang terlalu berlebihan akan mendatangkan banjir bandang. Ketika banjir menerjang pemukiman penduduk, maka yang terjadi adalah kerusakan bangunan rumah beserta isi-isinya, dan bahkan jiwa manusia pun sering tidak terselamatkan. Kondisi seperti itulah, air menjadi musibah bagi kehidupan manusia.
Banjir di Jakarta
Musibah yang disebabkankan oleh air, baru-baru ini, telah melanda kota Jakarta dan sekitarnya. Dalam beberapa hari yang lalu, Jakarta lumpuh karena air yang melimpah yang diakibatkan oleh hujan deras cukup lama. Kondisi kota Jakarta tidak mampu menyerap air yang turun begitu besar. Sebagian besar parit dan selokan buntu dan tidak berfungsi menyalurkan air yang ada. Akibatnya, sejumlah jalan-jalan utama tergenangi air cukup tinggi sehingga roda transportasi darat macet tidak bisa beroprasi dengan sempurna.
Kondisi demikian diperparah oleh air yang datang dari Bogor. Sehingga air bah pun menerpa pemukiman padat penduduk di hampir semua bantaran sungai yang ada di kota Jakarta. Lebih dari 60 persen wilayah kota Jakarta dan sekitar terendam banjir. Kerugian materiil mencapai 4,1 triliun rupiah, dan bahkan banjir kali ini juga merenggut 50-an lebih nyawa manusia akibat banjir.
Menyedihkan ! Benar-benar menyedihkan! Namun ironis, peristiwa banjir seperti itu hampir setiap tahun terjadi. Dan banjir kali ini tergolong banjir paling besar dibanding banjir-banjir sebelumnya. Tepi anehnya, tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk menyelesaikannya. Berulang kali banjir terjadi, sikap pemerintah hanya sekedar menunjukkan rasa empati kepada korban banjir, memberi bantuan ala kadarnya yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka saat dan pasca banjir.
Pemerintah DKI Jakarta menganggarkan 2 (dua) triliun rupiah untuk para korban banjir. Direncanakan setiap kelurahan akan mendapatkan kurang lebih 1 (satu) miliar rupiah untuk mengganti kerugian yang diderita oleh para korban. Mungkin ini merupakan wujud kepedulian pemerintah terhadap para korban.
Tetapi perlu dicatat bahwa sebenarnya bantuan pemerintah, kecuali bantuan pribadi, yang diambil dari kas Negara (APBN) atau Pemerintah Daerah (APBD) adalah uang rakyat sendiri. Karena APBN/APBD sebagian besar berasal dari hasil pungutan pajak dari rakyat. Anehnya, pemerintah, seakan-akan, keberatan untuk mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menanggulangi bencana banjir yang menimpa rakyatnya sendiri. Upaya penanggulangan banjir yang bersifat jangka panjang –supaya banjir tidak terulang kembali– belum mendapat perhatian yang serius. Ini artinya, pemerintah,secara tidak langsung, menghalangi rakyat untuk memakai uangnya sendiri guna memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan untuk memproteksi harta dan jiwa dari bahaya banjir. Sikap seperti ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam mengupayakan kehidupan masyarakat yang damai, sejahtera, dan aman dari bencana.
Kalau pemerintah tidak mau dikatakan demikian, maka ia harus segera melakukan langkah-langkah serius untuk menanggulangi bencana banjir yang hampir setiap tahun melanda kota Jakarta.
Program bantuan dan evakuasi korban saat peristiwa dan pasca banjir belum cukup. Karena, hal itu belum mampu memberikan proteksi terhadap resiko datangnya bencana yang kemungkinan besar akan datang lagi. Dan samapai saat ini, perlindungan proteksi belum menjadi prioritas program penanggulangan bencana banjir. Upaya yang dilakukan – bantuan langsung saat terjadi dan pasca bencana – hanya memberi dampak jangka pendek. Kelangsungan hidup aman dari bencana, sebagaimana dicermati selama ini, sering menjadi pertanyaan. Hal ini mengindikasikan ketidak seriusan dalam menyelesaikan masalah banjir dari faktor dasar penyebab banjir.
Srategi Penanggulangan Banjir
Meskipun demikian, tidak berarti program-program jangka pendek itu tidak bermanfaat. Setidaknya, telah membantu para korban banjir yang sedang kesusahan. Selain itu, juga meringankan beban mereka di saat mereka betul-betul membutuhkan bantuan.
Seandainya diwujudkan juga dalam bentuk pengerukan atau pendalaman sungai yang sudah dangkal secara berkala, pembuatan kanal yang jauh dari pemukiman padat penduduk secara serius, dan merelokasi pemukiman penduduk yang berada di bantaran sungai atau area rawan banjir, sebagai program jangka panjang, maka hasilnya akan lain. Peristiwa banjir tidak akan terjadi lagi atau, setidaknya, korban dapat diminimalisir.
Memang program ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Namun, program jangka panjang ini akan memberikan jaminan keamanan kepada penduduk dari banjir secara berkelanjutan.
Pertama, program pengerukan sungai secara berkala perlu dilakukan karena kondisi sungai yang ada di Jakarta sebagian besar sudah dangkal. Banyaknya sampah dan limbah yang dibuang ke sungai oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab telah menyebabkan lambatnya laju air menuju hilir. Harapan untuk memiliki sungai di tengah kota yang bersih dari sampah dan limbah masih jauh api dari panggang. Untuk itu, pengerukan sungai secara berkala juga bisa dibarengi dengan upaya untuk mewujudkan sungai yang bebas dari sampah dan limbah. Sehingga tercipta sungai yang bersih dan indah.
Kedua, program pembuatan kanal yang jauh dari pemukiman penduduk, sebenarnya, sudah dilakukan oleh pemerintah Jakarta. Kanal barat dan kanal timur sudah buat. Namun upaya itu kurang maksimal. Pembuatan kanal diserahkan kepada investor yang memenangkan tender proyek kanal tersebut. sudah “jamak lumrah” naluri investor yang hanya ingin memperoleh keuntungan besar dari proyek tersebut dan tidak mempedulikan tujuan dasar pembuatan kanal, yakni penanggulangan banjir. Akibatnya, pembuatan kanal asal jadi dan akhirnya tidak dapat berfungsi secara maksimal. Mungkin karena ia tidak menjadi korban langsung dari musibah banjir tersebut, maka ia tak serius dalam membangun kanal itu. Inilah bentuk kegagalan pemerintah dalam menjalankan programnya. Untuk itu, perlu perbaikan dan pengawasan progam yang intens.
Ketiga, relokasi pemukiman penduduk yang berada di bantaran sungai atau di area rawan banjir juga perlu dilakukan. Kita tahu bahwa pembangunan kota Jakarta memang sangat buruk. Tidak memenuhi standar tata kota. Pemerintah tidak mampu mengatur tata kota dengan baik. Banyak sekali lokasi-lokasi yang seharusnya tidak boleh didirikan bangunan, ternyata pemilik lokasi tersebut juga mendapat izin mendirikan bangunan dari pemerintah. Yang lebih menyedihkan, pembangunan rumah atau gedung tersebut tidak begitu memperhatikan tata ruang dan dampak negatif bagi lingkungan. Banyak bangunan yang tidak memiliki pembuangan air atau limbah yang memadai, sehingga ketika turun hujan genangan air dapat dipastikan terjadi.
Namun, dalam program relokasi, pemerintah harus betul-betul memperhatikan penduduk yang bersangkutan. Di mana lokasi mereka yang baru; apa mata pencahariaan mereka di lokasi yang baru; dan dihargai berapa lokasi lama yang mereka tinggalkan ? Semua itu harus betul-betul jelas dan perhitungan secara matang agar tidak terjadi kesalah fahaman. Sehingga program pun berjalan lancar.
Wal hasil, tiga program penanggulangan banjir di atas, jika dapat dilaksanakan dengan baik, maka harapan untuk hidup aman dari banjir bagi penduduk Jakarta akan mudah terrealisasikan. Sungai terus terjaga kedalaman dan kebersihan serta lancar laju airnya, kanal dapat mengantisispasi dan membagi air yang datang dengan jumlah besar, dan seandainya itu tidak memadahi, korban banjir pun diharapkan tidak ada lagi karena lokasi bantaran sungai dan area rawan banjir sudah tidak dihuni. Dengan demikian air yang sering membawa musibah berubah menjadi berkah bagi kehidupan umat manusia.
Jumat, 14 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar