Selasa, 18 Desember 2007

Memelihara Kefitrahan Diri Mewujudkan Bangsa yang Mandiri

Oleh
Sarmidi Kusno

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ, اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ, اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ, كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ. اللهُ اَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ.
الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ اِلْمُؤْمِنِيْنَ لِطَاعَتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إلاّ اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسُوْلُُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وعَلَى أَلِهِ و صَحْبِهِ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ لإعْلاَءِ كَلِمََتِهِ.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَ أَنْتُمْ مُسْلِموْنَ.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.

Di pagi hari yang penuh kebahagiaan ini, marilah kita panjatkan Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah mengantarkan kita pada puncak kemenangan dan kebahagiaan. Sebuah kebahagiaan yang didasarkan atas argumentasi agama, sebuah kebahagiaan dan kemenangan yang didasarkan pada keimanan.

Selanjutnya, marilah kita terus mempertahankan dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT, kefitrhan (kesucian) diri yang telah kita capai di bulan Ramadhan dapat kita pelihara dan kita pertahankan dengan sekuat-kuatnya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil hamd.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.

Satu bulan penuh kita berpuasa, melakukan jihad besar, bertempur melawan hawa nafsu, dengan berpuasa di siang hari, melakukan shalat tarawih di malam harinya, bertadarus al-Qur’an, berzikir, memperbanyak amal dan sedekah, serta mengeluarkan zakat fitrah.

Di bulan Ramadhan kita telah menempa jiwa kita, meng-gembleng jiwa kita dengan puasa dan muatan yang ada di dalamnya, dengan harapan agar pada sebelas bulan yang lain kita terlatih melakukan hal-hal yang baik sebagaimana yang sudah dilakukan di bulan Ramadan. Harus diakui, antara latihan kesucian dan mempertahankan bukanlah pekerjaan ringan.

Pada waktu latihan, kita ditantang bukan untuk melawan kecenderungan negatif orang lain, tetapi melawan diri sendiri, yang biasa disebut dengan melawan hawa nafsu.

Ketika kita berhasil melawan tantangan nafsu diri ini, maka kita akan kembali fitrah dan menang dalam bertanding. Dan puncak kemenangan dari serentetan perjuangan itu, yaitu Idul Fitri.

Sungguh merupakan kemenangan yang membanggakan dan sangat menggembirakan, terutama bagi mereka yang secara aktif mengikuti proses tahapan demi tahapan dari perjuangan tersebut. Dan bagi mereka inilah yang sesungguhnya mendapatkan predikat Idul Fitri (kembali kepada fitrah kesucian) bersih, terbebas dari dosa dan noda.

Bahkan dengan bangga Allah memproklamirkan pada penghuni langit dan para malaikat sebagaimana yang tertuang dalam sabda Rasulullah SAW:

إِذَا كَانَ يَوْمُ الفِطْرِ يُبْعَثُ اللهُ المَلاَئِكَةَ فَيَهْبِطُوْنَ إِلَى الأَرْضِ فِيْ كُلِّ البِلاَدِ فَيَقُلُوْنَ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ اُخْرُجُوْا إِلَى رَبٍّ كَرِيْمٍ. فَإِذَا بَرَزُوْا إِلَى مُصَلاَّهُمْ يَقُوْلُ اللهُ: اِشْهَدُوْا يَا مَلائِكَتِيْ إِنِّيْ قَدْ جَعَلْتُ ثَوَابَهُمْ عَلَى صِيَامِهِمْ رِضَايَّ وَمَغْفِرَتِيْ.
Artinya:
“Apabila hari raya fitri tiba, Allah mengutus para malaikat turun ke bumi di setiap daerah, mereka berkata, ‘Hai umat Muhammad, keluarlah kamu semua menuju Tuhan yang mulia’. Ketika mereka sudah tampak keluar (dari rumah) menuju tempat shalat idul fitri, Allah berfirman, ‘Wahai para malaikat-Ku, saksikanlah bahwa sesungguhnya Aku telah menyempurnakan pahala puasa mereka dengan mendapatkan keridhaan dan ampunan-Ku.”

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil hamd.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.
.
Namun demikian, kita tidak boleh lengah dan harus tetap waspada karena pada saat ini, panglima iblis memekik histeris mengumpulkan prajurit-prajuritnya, memberikan komando agar bekerja ekstra keras, membalas kekalahannya dengan menjerumuskan umat Muhammad SAW. ke dalam kenistaan. Menggoda mereka agar mau melakukan pesta lebaran dengan budaya-budaya yang tidak islami dan memperturutkan hawa nafsu mereka. Rasulullah SAW bersabda:

Yang artinya:
“Sesungguhnya iblis terlaknat berteriak histeris pada setiap hari raya, lalu golongannya berkumpul di sisinya seraya bertanya:’Wahai pemimpin kami, siapakah gerangan yang telah membuat engkau murka, biarkanlah kami yang akan menghancurkan’. Iblis menjawab: ‘Bukan siapa-siapa (tidak apa-apa), hanya saja Allah Ta’ala pada hari ini telah memberikan ampunan kepada umat Muhammad. Oleh sebab itu, hedaklah kalian bekerja keras, sibukkan mereka dengan kenikmatan-kenikmatan dan kesenangan syahwat, dengan hal-hal yang dilarang, minum khamar, sehingga Allah menjadi murka (kembali) kepada mereka.”

Oleh karena itu, marilah kita berdoa semoga kita termasuk: Minal ‘aidzin wal faizin, yakni orang-orang yang kembali (fitri) dan menang. Bentuk kefitrahan kita ini kemudian mari kita tunjukkan dengan semangat baru dan jiwa yang baru, sehingga kita seperti anak yang baru lahir.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil hamd.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.
.
Kefitrahan (kesucian) diri merupakan gabungan dari tiga unsur; yaitu benar, baik dan indah. Seseorang yang kembali fitri (suci) akan selalu berbuat yang indah, benar dan baik. Dengan kefitrahan diri, kita tidak akan mudah melakukan hal-hal yang buruk yang dilarang agama, bahkan kita akan memandang segala sesuatu dari sisi yang baik, benar dan indah.

Oleh sebab itu, dengan berakhirnya bulan Ramadhan, semestinya kita akan semakin produktif dalam beramal saleh dan kreatif dalam menapaki kehidupan berbangsa dan bernegara, karena mesin kita sudah direparasi dan di-upgrade ulang di bulan Ramadhan.

Namun ternyata tidak mudah memelihara kefitrahan diri. Berapa banyak umat Islam di negeri ini yang terlihat sangat taat beribadah pada bulan Ramadhan, akan tetapi setelah selesai Ramadhan ketaatannya hilang ditelan bumi. Tidak jarang dari mereka yang kembali lagi menodai kefitrahan dirinya dengan melakukan perbuatan maksiat.

Artinya, mereka tidak mampu memelihara kefitrahan diri tersebut. Sehingga tidak heran jika bangsa Indonesia kesulitan untuk bangkit dari krisis multidimensi. Bangsa kita masih dalam status sebagai bangsa yang terkorup di Asia dan bahkan dunia.

Karena, berbagai skandal besar yang berbau korupsi, kolusi dan nepotisme masih menggurita. Kondisi sosial-masyarakat yang carut marut dengan berbagai penyakit sosial seperti kekerasan, perampokan, minuman keras dan perjudian malah seakan-akan menjadi sebuah hal-hal yang wajar.

Kondisi bangsa yang kotor ini, saya yakin, lebih disebabkan karena sebagian besar rakyatnya jauh dari fitrah kemanusiaannya sendiri.

Dalam menghadapi krisis berkepanjangan ini, banyak orang yang berupaya untuk mencari akar masalahnya dengan fikiran mereka sendiri.

Sebagian orang yang berpikir “kebarat-baratan” menganggap bahwa akar masalah dari krisis ini adalah karena kita tidak berorientasi ke Barat. Sedangkan sebagian orang yang berpikir “ketimur-timuran” menganggap bahwa akar masalah krisis multidimensi Indonesia disebabkan bangsa ini tidak mau berorientasi ke Timur.

Apakah yang salah dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara kita? Apakah benar orientasi ke Barat atau ke Timur menjadi biang keladi kemunduran besar bangsa ini? Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah SWT telah memberikan peringatan yang paling hakiki dalam masalah ini dengan firman-Nya:

Artinya:
“Bukanlah menghadapkan wajah kamu ke timur dan ke barat itu suatu kebajikan. Tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, serta (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, serta orang-orang yang menepati janjinya apabila berjanji, serta orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 177).

Jelas bahwa akar krisis bangsa ini bukan terletak pada formalitas apakah kita menghadapkan wajah bangsa ini ke arah barat atau timur, ke utara atau selatan, ke atas atau bawah. Akar dari krisis ini juga bukan terletak pada berkuasanya partai barat atau partai timur, partai utara atau partai selatan, partai atas atau partai bawah.

Tetapi akar krisis itu terletak pada ketidak-fahaman kita tentang makna kebajikan itu sendiri yang sesungguhnya harus hadir dalam diri kita. Kebajikan itu sesungguhnya hanya datang dari ajaran, syari’at dan petunjuk Allah SWT , bukan yang lain.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil hamd.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.

Sesungguhnya Allah telah memberi kita kemampuan untuk menjadi bangsa yang mandiri – tidak tergantung kepada orientasi nilai-nilai barat atau nilai-nilai timur – asalkan saja syarat-syarat sebagaimana yang tercantum dalam Surat al-Baqarah ayat 177 di atas dapat kita penuhi dengan baik. Syarat-syarat itu adalah syarat-syarat fundamental bagi manusia untuk membangun kebajikan kehidupan mereka yaitu:

Pertama, adanya keimanan pada diri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia ini. Inilah syarat pertama dan utama terbangunnya kebajikan yang akan menjadi sumber kekuatan negeri ini.

Benar bahwa sila pertama dasar negara kita adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi kenyataannya kita selalu mengelak dari prinsip yang sangat mendasar ini dengan menyatakan bahwa negara kita bukan negara agama dan juga bukan negara sekuler. Kita juga tidak mau disebut sebagai negara yang bukan-bukan.

Dengan tidak mengakui prinsip kewajiban menjalankan ajaran agama bagi para pemeluknya, bagi seluruh warga negara, maka berarti kita telah mengingkari hakikat utama dari prinsip pertama dasar negara kita sendiri. Tetapi kita malu untuk mengakui bahwa negara kita sesungguhnya adalah negara sekuler yang menempatkan Tuhan hanya sebagai pajangan belaka.

Akibat dari iklim kehidupan seperti ini banyak diantara kaum muslimin yang mengaku mempertuhankan Allah, akan tetapi menempatkannya lebih rendah dari seorang direktur perusahaan. Mereka tidak memiliki rasa takut ketika melanggar perintah Allah atau mengerjakan larangan-Nya.

Mereka merasa tidak diawasi kehidupannya oleh para malaikat yang mencatat segala perilaku mereka. Mereka tidak peduli dengan kehidupan lain setelah kehidupan mereka di dunia ini dimana segala perbuatan akan diganjar dengan pahala dan siksa.

Mereka memiliki peraturan hidup dalam kitab suci tetapi tidak pernah disentuhnya, apalagi dipahami dan diamalkan isinya. Mereka mendengar utusan-utusan Allah datang ke dunia tetapi tak peduli dengan misi dan sepak terjang utusan yang datang itu, apalagi menjadikannya sebagai suri teladan bagi dirinya.

Harus kita akui bahwa dalam kehidupan bangsa ini Tuhan lebih banyak menempati wilayah slogan yang hanya disebut dalam upacara-upacara dan perayaan-perayaan. Tuhan tidak hadir dalam kenyataan perilaku kehidupan kita sehari-hari.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil hamd.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.

Syarat kedua untuk memperoleh kebajikan yang hakiki adalah dengan menggiatkan semangat berkorban kepada pihak-pihak yang membutuhkan seperti kerabat dekat, orang-orang miskin, anak-anak yatim, orang yang meminta-minta, orang-orang yang terlantar dalam perjalanan (musafir) dan membebaskan hamba sahaya dari perbudakan.

Allah SWT menekankan tentang perlunya semangat yang tinggi dalam berkorban dengan pernyataan bahwa sesuatu yang dikorbankan adalah sesuatu yang sangat dicintainya.

Ini berarti pengorbanan yang diharapkan adalah pengorbanan yang prima karena melepaskan sesuatu yang disenangi dan dicintai bukanlah sebuah perkara yang mudah. Jika hidup berdasarkan dengan jiwa pengorbanan maka hak-hak sosial warga masyarakat akan senantiasa terjaga dan terlindungi.

Tetapi apa yang terjadi pada diri sebagian bangsa kita adalah sebaliknya, bukannya jiwa pengorbanan yang dimiliki tetapi justru jiwa penyabotan dan penyerobotan yakni senang merampas harta dan milik orang lain.

Seolah-olah negeri ini tak putus-putusnya dari rongrongan korupsi yang menghabiskan seluruh potensi bangsa. Kebijakan penguasa lama yang korup telah menyebabkan sendi-sendi perekonomian negeri ini tidak memiliki daya tahan menghadapi badai krisis ekonomi.

Tetapi anehnya, penguasa baru yang seharusnya datang sebagai penyelamat justru ikut menyabot kekayaan rakyat dalam berbagai kasus yang lebih mengerikan. Kita tentu masih ingat pada penyelewengan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), kasus Bank Bali, penjualan harta negara dengan sangat murah demi mengejar keuntungan komisi, pengeluaran harta negara untuk membeli barang-barang tak perlu dengan transaksi yang tidak transparan dan lain sebagainya.

Jiwa berkorban dapat dikatakan hampir mati pada bangsa kita tetapi yang merajalela adalah jiwa perompak dan penyabotan atas hak-hak orang lain.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil hamd.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.

Syarat ketiga untuk memperoleh kebajikan hakiki adalah dengan mendirikan shalat dan menunaikan zakat.

Keimanan manusia dapat dipelihara dengan cara terus menerus mengadakan hubungan dengan Sang Pencipta, diantaranya melalui pelaksanaan shalat. Sesungguhnya bacaan dalam shalat adalah nasihat spiritual agung yang senantiasa dibacakan manusia kepada dirinya sendiri.

Nasehat yang diingat oleh diri sendiri seharusnya menjadi nasehat yang sangat efektif. Oleh karenanya bagaimana mungkin seorang ahli shalat akan melakukan tindakan keji dan munkar jika dalam sehari semalam tujuh belas kali ia berdoa : ihdinas shirotol mustaqim (tunjukkan kami jalan yang lurus).

Zakat adalah sarana awal penumbuhan jiwa pengorbanan bagi seorang muslim karena dengan kewajiban itu seseorang harus mengakui bahwa dalam hartanya terdapat hak sosial yang tak terhindarkan.

Oleh karena itu pemerintah dapat memaksa seseorang yang tidak mau mengeluarkan zakat atas hartanya yang telah memenuhi standar minimal (nishab). Tidak mungkin bagi seseorang yang mengabaikan kewajiban zakat tumbuh jiwa pengorbanannya, apalagi atas harta yang sangat dicintainya.

Sayangnya, kewajiban-kewajiban minimal dan asasi seorang hamba seperti shalat dan zakat pun masih banyak diabaikan oleh kaum muslimin. Jika kewajiban-kewajiban seperti ini ditunaikan dengan benar niscaya tidak akan terjadi kerusakan yang begitu parah pada negeri ini.

Masalahnya, seringkali kewajiban ini – kalaupun dilakukan - hanya menjadi ritual dan formalitas belaka tanpa penghayatan yang sungguh-sungguh sehingga kontradiksi-kontradiksi sering terjadi.

Bagaimana mungkin seorang yang melaksnakan shalat terlibat dalam korupsi dan penipuan keji yang mengatasnamakan rakyat? Tetapi kenyataannya hal itu terjadi. Bagaimana mungkin seorang yang dikenal sering memperlihatkan sedekahnya, terutama pada hari-hari raya Islam, pada saat yang sama juga menjadi seorang perampok kelas satu yang menguras harta negara? Tetapi kenyataannya hal itu juga terjadi.


Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil hamd.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.

Syarat keempat untuk memperoleh kebajikan hakiki adalah dengan menunaikan janji apabila ia berjanji.

Sesungguhnya janji itu sendiri mempunyai nilai positif bagi orang yang mengeluarkannya karena akan menguatkan azam untuk berbuat sesuatu. Ucapan syahadat sendiri sesungguhnya merupakan janji seorang muslim kepada Rabb-nya dan hal ini terus menerus diulangi dalam shalat mereka. Tak hanya syahadat, masih banyak lagi dalam momen-momen kehidupan manusia janji-janji diucapkan dan diikrarkan.

Seorang presiden, seorang menteri, seorang anggota dewan, seorang gubernur, bupati, camat dan lurah ketika dilantik mengucapkan janji. Seorang pemimpin partai, organisasi masyarakat, organisasi profesi ketika dilantik mengucapkan janji. Bahkan sepasang pengantin pun ketika melaksanakan akad nikah juga mengucapkan janji. Kehidupan manusia dipenuhi oleh janji-janjinya sendiri.

Oleh karena itu sudah dapat dibayangkan bagaimana nasib suatu bangsa apabila baik para penguasanya maupun rakyatnya ternyata adalah orang-orang yang senang mengingakari janjinya.

Justru inilah yang kita hadapi dalam banyak kenyataan kehidupan kita. Janji lebih banyak dikeluarkan hanya sebagai pemanis bibir dan penghibur belaka bagi orang yang mendengarnya.

Maka tidaklah heran jika ada presiden atau pejabat yang anak-anak dan keluarganya mendirikan perusahaan-perusahaan pencaplok proyek-proyek yang berada di sekitar kekuasaan.

Padahal ketika dilantik presiden atau pejabat itu berjanji tidak akan melakukan KKN dan tidak akan membiarkan keluarganya memanfaatkan kekuasaannya untuk berbisnis.

Tidak heran jika ada seorang menteri yang membiarkan korupsi dan kejahatan merajalela di lingkungan kerjanya padahal ketika di lantik ia berjanji akan memberantas tikus-tikus di instansinya sampai ke akar-akarnya.

Tidak heran pula jika ada pemimpin partai yang berjanji akan memperjuangkan Syari’at Islam tetapi tenang-tenang saja membiarkan pelanggaran syari’at Islam terjadi di sekitar diri, keluarga, kepengurusan partai dan ruang lingkup kerjanya.



Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil hamd.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.

Syarat kelima adalah bersabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Kesabaran apakah yang diperlukan dalam sebuah situasi yang serba sulit?

Kesabaran itu tidak lain adalah kesabaran untuk bertahan dan pantang menyerah atau bersikap istiqomah. Justru seharusnya dalam situasi krisis seperti ini kreativitas dan keberanian diperlukan dalam upaya memecahkan kebekuan dan kebuntuan persoalan.

Sebaliknya kepanikan dan ketakutan akan membuat seseorang mati langkah dan menyerah sebelum waktunya. Syarat kesabaran juga mengisyaratkan bahwa ujian-ujian akan datang kepada orang-orang yang teguh keimanannya, rela berkorban, taat beribadah dan konsisten terhadap janji-janjinya. Kepada orang-orang seperti inilah biasanya musuh-musuh Allah akan melancarkan serangan dan kebenciannya.

Sebagai individu orang-orang yang istiqomah biasanya akan mendapat tekanan dari orang-orang yang maksiat kepada Allah. Mereka diteror, diganjal, difitnah dan bahkan tak jarang disiksa dan dilenyapkan eksistensinya. Inilah resiko-resiko yang harus ditanggungnya.

Apabila kesabaran ini tidak ada maka tak jarang orang-orang yang pada awalnya baik pada akhirnya terjerumus ke dalam komunitas orang-orang maksiat. Kebaikan dirinya hanya tinggal kenangan lama karena ia kini telah menjadi bagian dari sistem yang korup dan menindas. Ia berada dalam istana yang sesungguhnya penjara bagi dirinya karena keberadaannya tidak lagi bermanfaat bagi dirinya apalagi bagi masyarakatnya.

Sebagai bangsa yang berupaya untuk mempertahan kemandirian ekonomi, sosial dan politiknya biasanya bangsa itu juga akan mengalami tekanan-tekanan dari bangsa-bangsa besar yang menghendaki bangsa ini mengekor kepada kebijakannya. Semakin kuat keinginan untuk melepaskan diri maka semakin kuat pula tekanan diberikan kepadanya.

Inilah yang biasanya membuat para penguasa yang lebih menginginkan perlidungan negara asing daripada pembelaan rakyatnya dan pemimpin bangsa ini rela bertekuk lutut di hadapan para penjajahnya.

Bangsa Indonesia merasakan hal ini dalam percaturan politik internasional sekarang ini. Betapa bangsa ini telah didikte oleh kekuatan-kekuatan asing dalam bidang ekonomi, sosial dan politik. Kita sebagai rakyat telah menentang invasi Amerika dan sekutunya ke Afghanistan dan Irak tetapi dunia tidak mempedulikannya.

Apa yang kita lihat kini adalah kebohongan yang dilakukan oleh negara-negara tersebut terbongkar dengan sangat nyata oleh bangsa mereka sendiri. Tetapi pemimpin-pemimpin yang tidak sabar di berbagai belahan dunia telah memaksakan isu-isu terorisme menjadi agenda terhadap rakyatnya sendiri seraya melupakan siapa yang sesungguhnya merupakan teroris sejati di jagad ini.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil hamd.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.

Sesungguhnya jika kita akan membenahi krisis bangsa ini tidak ada jalan lain kecuali kita harus teguh memegang nilai-nilai yang diajarkan dan disyariatkan Allah SWT kepada kita.

Sesungguhnya Islam adalah kekayaan yang tak ternilai harganya bagi kehidupan kita tetapi kita telah mengabaikan dan bahkan memendamnya dalam-dalam.

Kaum muslimin adalah bagian terbesar dari bangsa ini dan bahkan bagian terbesar dari komunitas kaum muslimin di dunia. Nasib masa depan kita akan sangat tergantung pada penyikapan kita terhadap ajaran agama kita, apakah akan kita jadikan slogan semata atau akan kita hidupkan dalam tingkahlaku pribadi, bermasyarakat dan bernegara kita.

Inilah saatnya kita menentukan sikap dengan tegas. Inilah saatnya kita memilih jalan hidup yang menjanjikan masa depan. Inilah saatnya bagi kita untuk tidak bersifat ragu-ragu dan inilah saatnya untuk tidak membebek terhadap kekuasaan yang tirani dan menjajah.

Ketika kita meninggalkan orientasi barat dan timur, utara dan selatan, atas dan bawah, kemudian kita hanya menghadapkan wajah kita kepada qiblat yang satu, maka hanya ada satu pilihan hidup kita yaitu sabar dalam istiqamah.

Kita tinggalkan orang-orang yang hatinya berat untuk berpihak kepada Allah SWT karena mereka lebih senang dengan pujian dan keterikatan kepada musuh-musuh Allah. Mereka merasa tidak memiliki percaya diri untuk bersikap tegas terhadap kezaliman dan kemungkaran karena mereka telah tergoda untuk menikmati hasil-hasil dari sikap-sikap tersebut.

Kita tidak pedulikan orang-orang yang merasa iri, dengki, hasad dan benci terhadap keberhasilan-keberhasilan orang-orang yang beriman ketika mereka mengamalkan ajaran Allah dengan konsisten. Firman Allah SWT:

Artinya:
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam) ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah amat Pengasih dan Penyayang kepada manusia.” (QS. al-Baqarah: 143)

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil hamd.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.

Demikianlah dalam khutbah yang singkat ini, marilah kita mengingat-ingat kembali tuntunan Allah SWT dalam bersikap dan bertindak sebagai seorang muslim, terutama dalam menumbuhkan jiwa kemandirian, tidak bergantung kepada kekuatan Barat maupun Timur.

Tetapi hanya bergantung kepada kekuatan Allah SWT saja dan orang-orang beriman yang mendukungnya. Akhirnya marilah kita berdoa kepada Allah SWT semoga kita diberi keselamatan dan kesabaran dalam mengarungi lautan kehidupan baik sebagai diri, bangsa dan negara.

جَعَلَنَا اللهُ وَإَيَّاكُمْ مِنَ الفَائِزِيْنَ الأَمِنِيْنَ وَأَدْخَلَنَا وَإَيَّاكُمْ فِيْ عِبَادِهِ الصَالِحِيْنَ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَحِيْمِيْنَ.








الخطبة الثانية
اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ, اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ, اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ اللهُ اَكْبَرُ, كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ. اللهُ اَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ.
الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ الأعْيَادَ بِالأَفْرَاحِ وَالسَّرُوْرِ وَضَاعَفَ لَلْمُتَّقِيْنَ جَزِيْلَ الأُمُوْرِ. فَسُبْحَانَ مَنْ حَرَّمَ صَوْمَهُ وَأَوْجَبَ فِطْرَهُ وَحَذَّرَ فِيْهِ مِنَ الغُرُوْرِ. أَحْمَدُهُ سُبْحَنَهُ وَتَعَالَى فَهُوَ أَحَقُّ مَحْمُوْدٍ وَاَجَلُّ مَشْكُوْرٍ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إلاّ اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ ورَسُوْلُُهُ الَّذِيْ أَقَامَ مَنَارَ الإِسْلاَمِ بَعْدَ الدُثُوْرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيْدِنَا مُحَمَّدٍ وعَلَى أَلِهِ و صَحْبِهِ صَلاَةً وَسَلاَمًا دَائِمَيْنِ مُتَلاَزِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ البَعْثِ والنُّشُوْرِ.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ. فَاَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلاَةِ عَلَى النَّبِيِّ الكَرِيْمِ.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.
Hari ini kita berkumpul dalam majlis yang mulia ini sebagai bukti rasa syukur kita atas nikmat dan anugerah Allah SWT yang telah diberikan kepada kita sehingga kita dapat mencapai puncak kemenangan dalam melaksanakan perintah Allah SWT dan menundukkan kehendak hawa nafsu.

Dengan takbir dan tahmid, kita melepas bulan Ramadan dan sekaligus menyambut 1 Syawal 1428 H. Mudah-mudahan pelepasan bulan Ramadan dan penyambutan bulan Syawal terpenuhi makna dan arti kedua peristiwa yang terjadi dalam suasana gembira dan bahagia.

Sebagaimana diketahui bahwa bulan Ramadhan bulan untuk mengasah dan menggembleng jiwa dan hati kita, dengan harapan ia benar-benar telah terasah dengan amal-amal kebajikan, sehingga hati kita yang merupakan wadah ketakwaan semakin terbuka lebar dan luas guna lebih mengembangkan dan meningkatkan kualitas takwa yang sudah diperoleh selama beribadah di bulan Ramadan. Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Allah SWT berfirman:
أولئك الذين امتحن الله قلوبهم للتقوى. لهم مغفرة وأجر كريم (الحجرات: 3)
Artinya:
Mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar (QS. Al-Hujurat 49:3)
Jika hal itu telah berhasil, maka kita akan benar-benar merasakan Idul Fitri, yakni kembali kepada kesucian diri.

Kembali kepada kesucian artinya dengan merayakan Idul Fitri ini kita mendeklarasikan kesucian kita dari berbagai dosa sebagai buah dari ibadah sepanjang bulan Ramadan. Seorang yang melaksanakan Idul Fitri akan melaksanakan perintah agama yang benar. Beragama dengan benar menuntut keikhlasan dalam pengabdian.

Oleh karena itu hikmah Idul Fitri ini kita berupaya memelihara kefitrahan (kesucian) diri dan meningkatkan kualitas beragama kita. Dengan semua itu, saya yakin, kita dapat membantu mewujudkan bangsa yang mandiri, yakni bangsa yang tidak mudah diintervensi oleh kekuatan asing yang menindas.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil hamd.
Hadirin hadirat sedang Idul Fitri Rahimakumullah.
Di hari yang mulia ini marilah kita berselawat kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa petunjuk dan rahmat kepada kita sekelian, kerana firman Allah di dalam al-Quran :
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلّواُ عَلَيْهِ وَسَلِّمُ تَسْلِيْمًا. اللهمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيْدِنَا مُحَمَّدٍ سَيْد الْمُرْسَلِيْنَ وعَلَى أَلِهِ و أَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْهِمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْحَمْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّحِيْمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ للْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكِ سَميْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَياَ قَاضِىَ الْحَاجَاتِ. اَللَّهُمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنِ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ, وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُبْتَدِعَةَ وَالْمُشْرِكِيْنً, وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَ قِيَامَنَا وَ قِرَاءَتَنَا وَ زَكَاتَنَا وَ عِبَادَتَنَا كُلَّهاَ . اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ يَا كَرِيْمُ. اَللَّهُمَّ اكْفِنَا شَرَّ الظّاَلِمِيْنَ وَاكْفِنَا شَرَّ الْحَاسِدِيْنَ وَ اكْفِنَا شَرَّ مَنْ أَرَادَنَا بِالسُّوْءِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلا َتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ أَمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُفٌ رَحِيْمٌ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ إندونيسِيَا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ طَيِّبَةً آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً رَخِيَّةً . رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ . رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ، إِنَّكَ أَنْتَ اْلوَهَّابُ . رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ بِالْقُرْآنِ الْعَظِيمِ ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ ، فَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَالسَّمِيعُ الْعَلِيمُ ، يَقُولُ الرَّسُولُ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيه "اَلتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَه ، اَلتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ حَبِيْبُ الرَّحْمَن " تُوبُوا اِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِينَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ .
اَللهُ أَكْبَرْ ، اَللهُ أَكْبَرْ ، اَللهُ أَكْبَرْ ، لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرْ ، اَللهُ أَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ .
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar