Jumat, 14 Desember 2007

Aswaja Pasca Syekh Nawawi di Banten

oleh:
Sarmidi Kusno

Wilayah Banten masa lalu mayoritas penduduknya beragama hindu dan budha. Kedatangan hasanudin bin syarif hidayatullah ke daerah banten semula domisilinya di tanara, sekarang wilayah eks kawedanan pontang kabupaen searng dank arena istrinya meninggal, maka beliau pindah ke banten lama hingga wafat.

Pada saat yang relative singkat, hampir seratus persen penduduk banten di bawah kesultanan banten lewat dakwah dan pendidikan menjadi mayoritas muslim sampai ba’da ditinggalkannya syekh nawawi al-bantani.

Pendirian syekh nawawi al-bantani memandang bughot kepada belanda karena sifatnya yang imperialis, ada pun kepada kafir lain memandangnya sesama manusia maka pergauannya bersifat kebaikan, syekh nawawi bersifat baik-baik saja, berdasarkan islam yang rahmatan lil aamin.

Syekh nawawi selain mengarang beberapa judul buku, ia juga mempunyai waktu KHusus untuk mengkader calon-calon pemimpin islam yang akan pulang dari makkah ke banten agar jangan sekali-kai membantu imperialisme. Oleh karena itu, timbullah pemberontakan di daerah banten kepada imperialisme belanda yang dipelopori oleh ulama aswaja, pada waku meletusnya gunung krakatau yang dikenal dunia tahun 1883 M. maka sebelumnya di banten sudah berdiri pondok pesantren aswaja di berbagai tempat seperti di kampong tegal, menes, pandeglang.

Kiai sahal yang bernasab ke-18 pada syarif hidayatullah, sunan gunung jati cirebon, sudah memiliki pesantren yang selanjutnya di menej oleh manantunya kiai TB. Arsyad yang berasal dari caringin yang saat itu pulla di caringin sudah berdiri ponpes di bawah asuhan KH. TB. Abdurrahman yang dilanjutkan oleh putranya yang mashur disebut kiai agung waliyullah caringin alumnus makkah, murid syekh nawawi al-bantani.

Pada tahun 1886 M terkenal sebuah peristiwa hebat yang disebut dengan geger cilegon, sebagai panglimanya KH. Wasid cilegon terkenal sebagai wakil panglimanya pengasuh ponpes di setu waringin kurung, beliau bernama KH. Gentol yang dibuang belanda ke ambon sampai wafat.

Cita-cita luhur untuk izzul islam wal muslimin yang dikandung oleh pemberontakan geger cilegon kiai wasid, disesuaikan dengan sikon pada saat itu berdirilah ponpes sekaligus madrasah yang diproklamirkan oleh seorang cucu panglima kiai wasid, beliau bernama brigadier jenderal KH. Syam’un yang berdomisii di citangkil dengan perguruan al-KHairiyyahnya.

Ponpes di tegal menes, setelah wafatnya KH. Sahal diteruskan oleh menantunya KH. TB. Arsyad sehingga yang mesantren kepadanya tersebar di mana-mana, sebagai caon ulama yang kemudian memiliki pondok pesantren sendiri-sendiri. Tiga alumnus syekh nawawi al-bantani yangs saat itu belajarnya di makkah tempat tinggal/domisilinya berdekatan antara lain:
1. KH. TB. Sholeh kenanga menes pandeglang banten yang masih nasab dengan hajah ratu salamah istri KH. TB. Arsyad.
2. KH. Entol Muhammad yasin pemilik ponpes kadu hauk yang putrid tunggalnya hj. Ayu zainab dinikahi oleh KH. TB. Rusydi anak dari KH. TB. Arsyad ttegal, karena hubungannya yang akrab dan selalu bermusyawarah, contoh pergaulan wali songo dipedomani dan diamalkan. Bagaimana hebatnya pendekatan termasuk pernikahan bagaikan sonan ampel yang nasabnya kepada baginda rasul ke -22 sehingga dzuriyahnya yang bernama mutma’innah dijodohkan dengan syekh syarif hidayatullah, sunan gunungjati cirebon. Maka atas kemufakatan ketiga syekh nawawi al-bantani; KH. TB. Arsyad., KH. TB. Sholeh, dan KH. entol yasin, dipanggil seorang calon ulama yang cekatan, genius dan punya wawasan lluas.
3. Abdurrahman bin jamal yang sedang tholab pada syekh nawawi al-bantani di makkah, dikirimi ongkos untuk pualang dan setelah dating dinikahkan dengan putrid tertua ny. Ratu. Enong binti KH. Sholeh kenanga.

Maka setelah saling berargumentasi di antara keempat ulama di atas, pada tahun 1916 M diproklamirkanlah berdirinya madrasah matla’ul anwar yang semua kurikulumnya tidak bergeser satu derajadpun dri yang diajarkan oleh syekh nawawi di makkah, sehingga patut dicontoh perbedaan waktu antara imam nawawi dan syekh nawawi al-bantani yang aKHir anggiane sedang disusun sebuah sejarah kitabnya imam nawawi bernama minhajuttholibin. Sehingga seluruh alumnus syekh nawawi al-bantani berpegang kepada pedoman al-muhafadhotu ‘ala qodimi a-sholeh wa al-ahdu bi al-jadidi al-aslah.

Contoh dari amaliyah dalam berbagai bentuk ajaran wali songo mayorias islam di NKRI sangat istiqomah tidak timbul gejolak dan perpecahan. Modal persatuan ini amat dip[erlukan dalam mengupayakan izul islam wal muslimin-li’ilai kalimatllah.

Dua hal yang patut diconoh sebagai berikut:
1. Tahun 1926 M, berkumpulah para ulama santri syekh nawawi di tebu ireng jombang, semua sam’an watthoatan berdirinya NU sehingga semua consensus dipraktekkan oleh masing-masing peserta termasuk penambahan nama maa’ul anwar menjadi mata’ul anwar linahdlatil ulama.
2. pada tahun 1952 M NU menyelenggarakan muktamar di palembang salah satu keputusannya mengharuskan mufaroqoh dengan partai politik masyumi, alasan yang menonjol adalah karena merugikan aswaja, 99,9% ulama yang hadir ittifaq.

Sebagai uraian aKHir ingin saya sampaikan keKHawatiran sebagai berikut: tanda-tanda perpecahan atau dengan kalimat lain ulama sesame aswaja tidak bersama duduk di masjid. Yang keadaan masa kini fungsi masjid bagaikan berubah dari yang qothth’I menjadi lamasjidun ussisa ‘ala taqwa kepada kepeningan zaman sekarang yaitu lamasjidun Ussisa ‘ala al-siyasi.

Kalau pada masa lalu ulama bangkit menjadi pelopor beroleh tsamroh NKRI, tidak sedikit ulama yang mendapat kehormatan baik sebagai syuhada melawan imperialis maupun sebagai predikat bintang tertinggi negara.

KeKHawatiran saat-saat ini adalah bukan saja datangnya dari ideology asing yang dipelopori Barat, namun juga gerakan radikalisme muslim pun jangan dibiarkan hidup sebagai tidak sekedar hancurnya pancasila dan NKRI-nya namun juga NU dan aswaja-nya seperti GAT (gerakan anti tahlil), GAM (gerakan anti mauled), GAB (gerakan anti barjanji), dan GAZ (gerakan anti ziarah).

Perbandingan ini masing-masing punya ulama sebagai berikut;
1. ulama pemikir aswaja di bidang aqidahnya; imam abu musa al-asy’ari dan imam abu mansur al-maturidi.
2. di bidang syari’ah-fiqih; mujtahid mutlak imam maliki, hanafi, syafi’I dan hambali.
3. di bidang tasawuf; syekh junaid al-bagdadi dan abu hamid al-ghozali.

Tiga hal inilah yang wajib dipedomani dan imami sebagai pedoman imam aswaja.

Adapun non aswaja adalah jamaludin al-afgani kadernya bernama M. abduh, rasyid ridlo dan hasan al-bana yang sekarang bergerak yang sekarang sedang bergerak di tiap-tiap negara yang namanya masing-masing termasuk di Indonesia yang bernama hisbut tahrir.

Ingatlah pendirian sayidina ali karomallahu wajjah dalam menjawab ajakan KHowarij untuk kembali kepada al-quran dan hadits, beliau menjawab: huwa kalimatul haq wa uridu biha bil bathil (ucapan yang benar namun tersimpan suau agenda yang menyesatkan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar